Suhardiman
Kamis, 01 Mei 2025 | 10:29 WIB
Ilustrasi hari buruh. [Surya]

SuaraSumut.id - Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei 2025 sejatinya menjadi momentum bagi para buruh, menagih kesejahteraan kepada pengusaha dan pemerintahan. Bukan sekadar gegap gempita acara seremonial.

Hingga kini, hak-hak buruh di Indonesia termasuk di Sumatera Utara (Sumut), untuk dapat hidup layak sebagai buruh, belum terwujud.

Pemerintah yang diharapkan dapat melindungi buruh malah dalam posisi dilematis dengan lesunya pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Pengamat Kebijakan Publik, Elfenda Ananda mengatakan kondisi buruh secara global termasuk di Sumut, memang tidak banyak mengalami perubahan.

"Sebenarnya kalau dilihat secara global persoalan buruh ini kan tidak banyak perubahan, pertama soal upah yang dituntut, lebih cepat kebutuhan hidup yang meningkat, ketimbang upah," katanya kepada SuaraSumut.id, Rabu 30 April 2025.

Dengan kondisi lesunya pertumbuhan ekonomi, Elfenda menyampaikan membuat pemerintah pusat maupun daerah, tak bisa berbuat banyak membantu buruh.

"Memang pemerintah daerah tidak bisa memaksa dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin melemah dan kondisi ekonomi yang tidak semakin membaik, memang dilema di sini," ujarnya.

Padahal, Elfenda menyampaikan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan sejak tahun 2020 silam dan dianggap memberi ruang yang menguntungkan pengusaha tidak serta merta membuat investor ramai datang.

UU Omnibus Law Cipta Kerja ini malahan dituding tidak melindungi buruh karena lebih menguntungkan pengusaha.

"Hal ini lalu menjadi problem yang lain untuk buruh di level tingkat nasional ataupun daerah, nah ini yang kemudian ada persoalan upah, persoalan kesejahteraan, persoalan PHK, persoalan ini tidak berubah dari dulu," ucapnya.

"Persoalan ini sekarang semakin terjepit lagi karena persoalan ekonomi semakin tidak membaik yang membuat akhirnya situasi buruh terhimpit," sambungnya.

Efisiensi Memperparah Keadaan

Di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi, Elfenda menerangkan, pemerintah kemudian menerapkan kebijakan efisiensi, yang membuat sektor buruh ikut efisiensi.

"Kita tahu pemerintah sekarang sedang melakukan efisiensi anggaran, artinya belanja pemerintah semakin sedikit untuk hal-hal yang diefisiensi, sementara di bidang jasa hotel kemudian wisata ini akan semakin turun belanjanya," imbuhnya.

Akibatnya, buruh-buruh di hotel, di bidang jasa, kata Elfenda, akan semakin terjepit dengan adanya kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah.

Load More