Scroll untuk membaca artikel
Farah Nabilla
Senin, 30 November 2020 | 12:44 WIB
Habib Rizieq Shihab sambangi kementrian pertanian di Jakarta, Selasa (28/22017), sebagai saksi ahli agama dalam sidang lanjutan kasus penodaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). [Suara.com/Oke Atmaja]

SuaraSumut.id - Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab terus didesak untuk mengungkapkan hasil swab virus coronanya.

Keengganan Rizieq dan keluarganya untuk mengungkap hasi swab mereka sampai membuat Wali Kota Bogor Bima Arya melaporkan RS UMMI Bogor, rumah sakit yang merawat Rizieq selama sakit, ke polisi.

Laporan polisi tersebut tertuang dalam LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA BOGOR KOTA dengan pasal yang disangkakan adalah Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU Nomor 4 Tahun 1984.

Dalam laporan itu, RS UMMI diduga menghalangi atau menghambat Satgas COVID-19 yang akan melakukan tes usap terhadap salah satu pasien yang diduga terpapar COVID-19. Kepada Satgas COVID-19, RS Ummi Kota Bogor dinilai tidak memberikan penjelasan yang utuh terkait protokol penanganan pasien tersebut.

Baca Juga: Unggah Foto Naik Moge, Nikita: Nyari Rijik yang Kabur, Nakal ya Kabur Mulu

Namun di tengah desakan tersebut, ternyata Presiden Joko Widodo pernah menyatakan soal hak privasi pasien di masa awal pandemi dulu.

Dalam cuitan Twitter-nya (3/3/2020) Presiden memerintahkan menteri untuk mengingatkan rumah sakit soal data pribadi pasien corona.

"Saya telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan agar rumah sakit dan pejabat pemerintah untuk tidak membuka privasi pasien yang dirawat karena virus corona. Hak-hak pribadi mereka harus dijaga. Begitu juga media massa, saya minta untuk menghormati privasi mereka," cuitnya dikutip Suarasumut.id, Senin (30/11/2020).

Cuitan Twitter Jokowi soal privasi pasien. (Twitter/@jokowi)

Cuitan itu pun kembali disentil warganet yang kemudian meneruskan pesannya ke akun Twitter @PemkotaBogor dan Bima Arya.

"Mungkin perintah presiden ini bisa jadi acuan @PemkotaBogor dan @BimaAryaS daripada tindakan ada Anda akan makin membuat gaduh untuk hal kecil, padahal yang lebih besar seperti KKN, OPM, pengangguran dan kemiskinan di negeri yang butuh perhatian kita semua," cuit akun @muharib89571843.

Baca Juga: Habib Rizieq Tinggalkan RS Ummi, Kapolresta Bogor: Tak Pas Dikatakan Kabur

Sementara itu,

Bima Arya yang juga Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Kota Bogor mengatakan, bahwa yang dilakukan Satgas Covid-19 terkait intervensi dan membuka hasil medis itu tidak benar.

"Kami memahami privasi pasien sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku. Dan saya insya Allah selalu menghormati dan memuliakan ulama. Yang menjadi atensi dan fokus kami lebih kepada proses dan pelaporan," katanya kepada wartawan di Balai Kota Bogor, Minggu (29/11/2020) sore.

Hal tersebut dinilai penting, karena semuanya diatur dalam undang-undang dan aturan turunannya. Dia membayangkan, bagaimana jika memang Rumah Sakit (RS) yang ada di Kota Bogor tidak berkordinasi dengan Satgas Covid-19.

Baik itu dengan Dinas Kesehatan, Pemerintah Kota Bogor, terkait perkembangan pasien Covid-19.

"Karena selama ini sejak bulan Maret seluruh rumah sakit selalu berkordinasi, menyampaikan data pertambahan pasien pelaksanaan PCR, yang diatur oleh undang-undang dan aturan turunannya," ujar dia.

"Tetapi identitas pasien tidak dibuka dan tidak diumumkan. Karena terikat dengan kode etik kedokteran dan kami sangat memahami itu. Atensi utama kami adalah proses koordinasi dan pelaporan itu saja," sambung Bima.

Karena, jika memang hal itu tidak berjalan dengan baik, bagaimana cara menyusun strategi Satgas Covid-19, dalam menanggulangi tren lonjakan kasus positif di Kota Bogor, katanya.

"Bagaimana mungkin kita bisa membuat strategi bersama, apabila kita tidak memiliki data yang lengkap. Jadi konteksnya adalah koordinasi dan teknis pelaporan," ujarnya lagi.

Load More