Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Minggu, 28 Februari 2021 | 08:33 WIB
Rujak Simpang Jodoh Tembung. [digtara.com]

SuaraSumut.id - Suasana Simpang Jodoh, Tembung, begitu ramai dan semarak kalam malam tiba. Masyarakat berdatangan untuk menikmati rujak sembari duduk menikmati malam.

Simpang Jodoh merupakan kawasan persimpangan tempat bertemunya Jalan Besar Tembung dengan Jalan Pasar 7. Di simpang jodoh terdapat penjual rujak yang sudah ada sejak tahun 1950-an dan dilakoni secara turun-temurun.

"Sejak tahun 50-an kami berjualan di sini. Mulai dari nenek sampai ibu saya, dan sekarang saya yang meneruskan jualan. Sudah tiga generasi," kata salah seorang penjual rujak Nirmala, dilansir dari digtara.com--jaringan suara.com, Minggu (28/2/2021).

"Dulu lokasi ini perkebunan Tembakau. Para karyawannya asal jumpa di sini (sambil makan rujak). Janjiannya di sini, di tempat nenek kami jualan," katanya.

Baca Juga: Kerumunan Saat Kunjungan Jokowi Tak Bisa Dibandingkan Kasus Habib Rizieq

Banyak perubahan yang terjadi di lokasi itu, termasuk gerobak yang digunakan untuk berjualan.

Dahulu para penjual rujak menjajakan barang dagangannya menggunakan kereta sorong. Namun, seiring berganti generasi para penjual rujak menggunakan meja dan disinari lampu teplok.

Saat ini para pedagang mendapat bantuan dari pemerintah berupa gerobak yang seragam, di tambah dengan lampu penyinaran yang sudah di aliri listrik.

Pertahankan Tradisi

Nirmala mengaku tidak mengalami perubahan dari masa dahulu. Hal itu dilakukan untuk tetap mempertahankan cita rasa dari sang nenek.

Baca Juga: Profil Darmizal, Senior Partai Demokrat yang Diberhentikan Tetap

"Kalau bahan baku tak ada yang berubah sama sekali. Ini memang udah warisan sang nenek," ujarnya.

Kini para pedagang mengaku hasil dari penjualannya perhari bisa mencapai Rp 200 ribu. Sedangkan di hari weekend, mereka mampu meraih penghasilan mencapai Rp 500 ribu.

Dimasa pandemi covid-19 ini, para pedagang awalnya mengeluh kekurangan penghasilan. Pasalnya, mereka hanya sedikit menggunakan bahan baku.

"Dulu waktu corona masih parah-parahnya pendapatan kami berkurang. Biasanya kalau hari libur gini kami menggunakan 20 kilogram gula, itu cuma makai 10 kilogram gula. Sekarang ini aja udah mulai lumayan," jelasnya.

Kini para pedagang mengeluhkan adanya oknum yang mencari keuntungan melalui jasa parkir. Hal tersebut membuat mereka rugi. Banyak pembeli yang risih, karena sebelumnya tidak ada jasa parkir di lokasi tersebut.

"Kami mengeluh tukang parkir ini ajalah dek. Bukannya makin bertambah, malah makin berkurang jualan kami. Kadang pun mereka (tukang parkir) sering ribut. Jadi para pembeli kan jadi takut. Katanya itu resmi dari Camat, kami gak tahu itu betulan resmi atau enggak," akunya.

Selain itu, para pedagang juga terancam digusur oleh pemerintah setempat dengan alasan penataan. Ia mengaku menolak pemindahan yang rencananya akan di berikan tempat khusus, karena rujak ini lah yang menjadi ikon dari Simpang Jodoh Tembung.

"Kemarin itu katanya mau di pindahin. Mau dikasih tempat, tapi saya menolak. Kalau kami di pindahin, mana ada lagi namanya rujak simpang jodoh," tukasnya.

Load More