Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Minggu, 21 Maret 2021 | 00:31 WIB
Moeldoko (tengah) tiba di lokasi Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di The Hill Hotel Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

SuaraSumut.id - Polemik KLB Partai Demokrat dinilai sebagai persoalan internal partai yang seyogyanya mampu diselesaikan di dalam tubuh partai itu sendiri. 

"Digelarnya KLB di Deli Serdang dan memunculkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat barang tentu menjadi tamparan keras bagi AHY dalam karir kepemimpinannya," kata aktivis muda Sumatera Utara, Ahmad Fahmi SB, dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).

Ia beranggapan polemik yang menimpa Partai Demokrat ini bentuk ketidakmampuan dan kegagalan AHY dalam mengelola kelembagaan partainya. 

"Polemik yang terjadi ditubuh partai Demokrat ini mengisyaratkan ada kekeliruan dalam pengelolaan partai tersebut," ujar mantan Presiden Mahasiswa Unimed periode 2019 - 2020 ini.

Baca Juga: Tiga WNI yang Disandera Abu Sayyaf Berhasil Dibebaskan

Sepanjang pengamatan dan analisisnya, hal ini terjadi dikarenakan adanya oligarki kekuasan dan dinasti kepemimpinan di partai tersebut.

"Sebagai pemuda saya konsen terkait dinasti kepemimpinan, yang bagi saya sangat mencederai pilar demokrasi. Saya sangat prihatin dan menyesalkan persoalan dinasti kepemimpinan tersebut," ungkapnya.

Tren politik kekerabatan itu sebagai gejala patrimonial yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi. 

"Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural. Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural," katanya.

"Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena jika makin maraknya praktek ini maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau macet," sambungnya.

Baca Juga: Videografis: Tips Redakan Nyeri Punggung dan Leher Akibat Work From Home

Dengan politik dinasti, kata Ahmad, membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga. 

"Pada akhirnya hal ini jelas sangat mencederai proses demokrasi," bebernya.

Untuk itu, Ahmad mengajak Pemuda dan mahasiswa di seluruh Indonesia untuk melek berpolitik. 

"Kita sebagai pemuda dan mahasiswa harus tegas menolak praktik - praktik dinasti kepemimpinan seperti ini agar kedepan menjamin hadirnya pemimpin - pemimpin berkualitas," ungkapnya.

Untuk itu, Ahmad menginisiasi sebuah gerakan pemuda yang bernama "Barisan Mahasiswa dan Pemuda Pilar Demokrasi".

"Sebagai langkah awal melawan gerakan-gerakan yang mendukung lahirnya politik dinasti dengan memberikan dukungan kepada ketua umum terpilih Jend Purn Moeldoko pada KLB di Deli Serdang," katanya.

Ahmad mengatakan, bahwa Moeldoko memiliki track record yang baik dan luar biasa. Beliau itu sosok pemimpin yang cerdas, kuat, elegan serta memiliki kecakapan dalam memimpin sebuah lembaga dan yang paling penting adalah kepribadian Moeldoko yang sangat simpati menghargai orang lain bahkan menghargai bawahannya.

"Saat menjabat sebagai Jenderal maupun setelah menjadi purnawiran. hal hal inilah yang menjadikan beliau pantas dan sangat layak sebagai seorang pemimpin dalam gerakan melawan dinasti politik yang merusak sistem dan pilar demokrasi di tanah air ini," tukasnya.

Load More