SuaraSumut.id - Bank Indonesia berencana menerbitkan rupiah digital seperti dalam konsep Central Bank Digital Currency (CBDC).
Hal tersebut disoroti oleh anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan. Ia meminta agar risiko gagasan tersebut dianalisis lebih mendalam terhadap stabilitas ekonomi nasional.
"Mungkin Undang-Undang mata uang tidak mengatur terkait digital currency, maka akhirnya muncullah gagasan CBDC. Saya pikir hal ini juga merupakan risiko baru terhadap digitalisasi ekonomi dan stabilitas keuangan yang akan terjadi," katanya, melansir Antara, Rabu (1/12/2021).
Ia mengaku, saat ini marak aset digital seperti cryptocurrency atau uang kripto. Hal ini berpotensi menggantikan uang konvensional sebagai alat pembayaran yang sah.
Anggota Komisi XI DPR RI Muhidin Mohamad Said menegaskan, Bank Indonesia perlu berperan maksimal dalam pengawasan perdagangan aset digital.
Pengawasan diperlukan untuk mengantisipasi munculnya masalah ilegal di tengah tren kripto yang digandrungi masyarakat Indonesia saat ini.
"Perkembangan kripto sangat luar biasa dan animo masyarakat tidak bisa dibendung lagi. Jika tidak cepat dilakukan antisipasi, ditakutkan munculnya masalah ilegal yang selama ini terjadi dan merugikan masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, BI sedang mengkaji dua opsi penyebaran rupiah digital dalam persiapan penerapan mata uang digital bank sentral.
"Ada dua pendekatan yang sedang didalami BI yaitu secara langsung atau one tier dan tidak langsung atau two tier," kata Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung dalam Fit and Proper Test Calon Deputi Gubernur BI bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa (30/11).
Baca Juga: Inggris Izinkan Orang Positif HIV Mendaftar Jadi Tentara
Pendekatan secara langsung artinya masyarakat baik itu rumah tangga maupun korporasi bisa mendapatkan token rupiah digital secara langsung dari BI.
Sementara pendekatan secara tidak langsung dilakukan melalui dua tahapan, yakni bank sentral mengedarkan rupiah digital melalui perbankan, barulah masyarakat bisa membelinya ke perbankan.
"Yang kedua ini menurut hemat kami lebih tepat karena ini seperti peredaran uang kertas dan uang logam seperti saat ini," tukasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- 5 HP OPPO RAM 8 GB Terbaik di Kelas Menengah, Harga Mulai Rp2 Jutaan
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
Terkini
-
Telkomsel dan Kementerian Komdigi Perkuat Bantuan Kemanusiaan untuk Masyarakat Aceh
-
Kementerian PU Kerja Siang-Malam Bersihkan Jalan dan Akses Warga di Aceh Tamiang Pascabencana
-
Jalan Nasional di Aceh Tamiang Akhirnya Berfungsi Lagi, Kementerian PU Optimis Kondisi Segera Pulih
-
Kementerian PU Buka Kembali Jembatan Krueng Tamiang, Mobilitas Warga Mulai Pulih
-
Bencana Alam Sumut: 209 Orang Luka-Luka, 60 Masih Hilang!