Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Rabu, 16 Maret 2022 | 14:13 WIB
Ilustrasi praperadilan. [istockphoto]

SuaraSumut.id - Thomson Ambarita (42), korban penganiayaan diduga oleh humas PT TPL menggugat praperadilan Polres Simalungun dan Kejari Simalungun. Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Simalungun, Rabu (16/3/2022).

Thomson disebut menjadi korban pemukulan dalam penyerangan yang dilakukan oleh humas PT TPL, terhadap masyarakat adat Sihaporas pada 16 September 2019. Dalam kejadian itu, Mario Teguh Ambarita yang berusia 3 tahun 6 bulan juga terluka. Peristiwa terjadi di lahan milik warga yang diklaim negara dan jadi konsesi lahan PT TPL.

"Thomson Ambarita tidak terima dengan kinerja dari pihak Polres Simalungun dan Kejari Simalungun. Untuk itu, saya bersama kuasa hukum, mengajukan praperadilan agar pengadilan menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan Kejari Simalungun dan Polres Simalungun. Kiranya pengadilan bisa menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia ini," kata Roy Marsen Simarmata, selaku kuasa hukum dari Bakumsu.

Dalam peristiwa kriminalisasi terhadap masyarakat adat, Pengadilan Negeri Simalungun telah menjatuhkan vonis 9 bulan kepada Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita (44). Keduanya bebas pada 4 April 2020.

Baca Juga: Ratusan Santri dan Mahasiswa Banten Dukung Ganjar Pranowo Jadi Presiden 2024

"Kami bersama masyarakat adat Sihaporas dan aliansi mahasiswa se-Kota Pematangsiantar-Simalungun menentang atas penghentian pengaduan saudara Thomson sebelumnya," katanya dalam keterangan yang diterima.

Ia mengatakan, termohon Kejari Simalungun dan Polres Simalungun berdalih bahwa laporan Thomson tidak cukup bukti. Padahal dalam proses penyelidikan dan penyidikan, pelapor sudah memberikan alat bukti berupa keterangan saksi, foto, video, maupun visum.

"Atas bukti-bukti itu juga Polres Simalungun telah menetapkan humas PT TPL sebagai tersangka pada 27 Mei 2020. Lalu kenapa sekarang justru mereka menganulir penetapan tersangka itu?" katanya.

Ia menjelaskan, gugatan yang didaftarkan membuktikan bahwa konflik struktural antara masyarakat adat dengan pemerintah dan perusahaan masih terus berjalan.

"Posisinya masyarakat adat selalu menjadi korban. Dengan ditetapkannya oleh pihak kepolisian humas TPL menjadi tersangka, namun kasusnya itu dihentikan. Ini menunjukkan bahwa keadilan bagi masyarakat adat itu belum terpenuhi," tukasnya.

Baca Juga: Tersingkir dari Liga Champions, Ralf Rangnick Soroti Penyelesaian Akhir Manchester United

Load More