Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Minggu, 02 Oktober 2022 | 12:52 WIB
Suporter Arema FC memasuki lapangan setelah tim yang didukungnya kalah dari Persebaya dalam pertandingan sepak bola BRI Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

SuaraSumut.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Sumatera Utara (Sumut), ikut menyoroti tragedi di Stadion Kanjuruhan yang merenggut ratusan nyawa suporter pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022) malam.

Wakil Direktur LBH Medan Irvan Saputra mengatakan, tragedi ini bukan hanya disebabkan ulah bar-bar suporter yang memicu kerusuhan. Namun juga adanya penggunaan gas air yang tidak sesuai dengan prosedur menjadi penyebab terjadinya tragedi maut.

"Kami nyampaikan bela sungkawa sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan," kata Irvan Saputra kepada SuaraSumut.id, Minggu (2/10/2022).

Sejak awal, kata Irvan, panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko.

Baca Juga: Mantan Ketum PSSI Sesalkan Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Tribun Penonton pada Tragedi Kanjuruhan

"Sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari," ungkapnya.

Irvan mengatakan pertandingan berjalan lancar hingga selesai, hingga kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan dimana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat.

"Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan," katanya.

Irvan menyampaikan ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.

Excessive Use Force

Baca Juga: Buntut Tewasnya 130 Orang, Penggunaan Gas Air Mata di Stadion Kanjuruhan Terbukti Langgar Aturan FIFA

LBH Medan menduga bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.

"Penggunaan gas air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan," ungkap Irvan.

Menurutnya, hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari.

"Hal tersebut yang membuat seluruh pihak yang berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini," ujarnya.

Maka atas pertimbangan di atas, LBH Medan menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 150 korban jiwa dan ratusan lainnya luka-luka.

"Mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas," ungkap Irvan.

Kemudian mendesak Propam Polri dan Pom TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-Polri yang bertugas pada saat peristiwa tersebut.

LBH Medan juga mendesak Kapolri untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian.

"Mendesak Negara cq pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang," pungkasnya.

Kontributor : M. Aribowo

Load More