Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Selasa, 12 September 2023 | 12:22 WIB
Istana Maimun Medan. [Antara]

SuaraSumut.id - Suku Melayu merupakan salah satu kelompok etnis yang menempati wilayah di Tanah Air Indonesia. Kelompok suku Melayu telah mendiami wilayah Asia Tenggara Maritim dan Semenanjung Melayu sejak lama, yakni antara tahun 2500 sampai 1500 sebelum Masehi.

Wilayah tersebut sekarang meliputi Pulau Sumatera, pesisir pantai Kalimantan di Indonesia. Kemudian di negara tetangga, Malaysia, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam.

Bukan hanya memilki akar sejarah panjang, suku Melayu juga punya khasanah peradaban yang hingga saat ini berpengaruh di Indonesia, seperti bahasa, kesenian, musik, kuliner, dan lain sebagainya.

Sejarah Suku Melayu

Baca Juga: Ini Sosok Lettu G, Oknum TNI Diduga Penyebab Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ

Secara etimologi, kata Melayu pada awalnya merupakan nama tempat (toponim) yang menyebutkan suatu lokasi di Sumatra. Hingga abad ke-15 istilah Melayu mulai digunakan untuk merujuk pada nama suku.

Nama Melayu kemungkinan juga berasal dari penyebutan salah satu sungai di Pulau Sumatera yakni Sungai Melayu.

Berbagai pendapat menyebutkan kalau istilah tersebut berasal dari sebuah kata yang berasal dari bahasa Melayu, yakni "melaju" yang berasal dari awalan 'me' dan akar kata 'laju' yang menunjukan kuatnya arus pada sungai itu.

Pada abad ke-12, agama Islam masuk ke dan diserap baik oleh masyarakat Melayu. Bahkan Islam telah menjadi corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu.

Adapun kerajaan-kerajaan tersebut adalah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, dan Kesultanan Siak, bahkan kerajaan Karo Aru pun memiliki raja dengan gelar Melayu.

Baca Juga: Setelah Cabut dari PSI, Tsamara Amany Gabung PAN?

Kedatangan bangsa Eropa telah menyebabkan orang Melayu tersebar ke seluruh Nusantara, Sri Lanka dan Afrika Selatan.

Di perantauan, suku Melayu banyak memiliki kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan hakim.

Zaman kejayaan Sriwijaya pada abad ke-14 menjadi era keemasan bagi peradaban Melayu dan terus berkembang pada masa Kesultanan Malaka.

Ciri Khas Melayu

Suku Melayu memiliki ciri khas yang gampang dikenali, yakni dengan logat berbicara yang sangat kental contohnya kata apa menjadi ape, berapa menjadi berape.

Selain itu, suku Melayu ketika berbicara juga mempunyai tata bahasa yang baik, dengan gestur sopan santun dan menghormati orang atau kelompok lain.

Secara fisik, suku Melayu memiliki kulit yang berwarna sawo matang dan tinggi tubuh sedang, dan rambut hitam lurus.

Tradisi Suku Melayu

Suku Melayu mempunyai tradisi warisan leluhur yang hingga kini masih dilakukan.

1. Pantun

Pantun adalah cara komunikasi suku Melayu yang sangat khas yang menyampaikan tutur bahasa sopan, halus, dan enak didengar. Pantun merupakan tradisi yang sudah sangat melekat bagi suku Melayu.

2. Tepung Tawar

Tradisi tepuk tepung tawar adalah suatu upacara adat budaya Melayu peninggalan para Raja-raja terdahulu. Tepuk tepung tawar adalah upacara adat dan juga bentuk persembahan syukur atas tekabulnya suatu keinginan atau usaha.

3. Tradisi Pernikahan

Bagi mempelai wanita Melayu, sebelum menikah, calon pengantin dilarang berpergian kecuali mendapat izin dari orang tua nya. 1 minggu sebelum menikah dilarang keras berpergian dan juga 3 hari sebelum menikah juga dilarang bepergian.

4. Pakaian adat Melayu

Pakaian adat Melayu memiliki keunikan yang tidak hanya dari corak tapi juga mengandung makna filosofis. Pakaian adat Melayu umumnya menjunjung nilai-nilai keislaman yang bisa dilihat dari bentuknya yang cenderung panjang dan tertutup.

Pakaian adat Melayu sederhana dan nyaman digunakan ketika menghadiri acara resmi seperti upacara adat atau pernikahan.

Bahasa Suku Melayu

Bahasa Melayu memiliki sejarah panjang, yang memiliki catatan sastra hingga abad ke-7 Masehi. Hal ini dilihat dari prasasti Melayu awal yang terkenal, yaitu prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh orang Belanda M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920, di Kedukan Bukit, Sumatera Selatan, di tepi sungai Tatang, anak sungai Musi.

Prasasti ini adalah batu kecil berukuran 45 kali 80 cm. Ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, kemungkinan nenek moyang bahasa Melayu saat ini dan variannya.

Bahasa Melayu berkembang secara meluas mulai bahasa Melayu Klasik melalui masuknya secara berangsur-angsur berbagai unsur perbendaharaan kata bahasa Arab dan Parsi. Bahasa Indonesia, yang merupakan bahasa resmi negara didasarkan pada bahasa Melayu.

Kontributor : M. Aribowo

Load More