Suhardiman
Selasa, 16 September 2025 | 14:56 WIB
Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Secara Berkelanjutan. [Ist]

SuaraSumut.id - Potensi non kayu dari hutan dinilai belum optimal dimanfaatkan oleh masyarakat. Padahal nilainya juga tinggi dan bisa dilakukan tanpa harus mengeksploitasi alam bahkan justru turut dalam melestarikannya.

Hal itu mengemuka dalam Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Secara Berkelanjutan yang digelar Green Justice Indonesia (GJI) bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara pada Senin 15 September 2025 kemarin.

Direktur GJI, Panut Hadisiswoyo mengatakan, kegiatan ini menjadi ruang diskusi lintas pihak untuk menggali potensi hasil hutan bukan kayu yang dinilai belum dikelola secara optimal, sekaligus mendorong strategi perlindungan hutan berkelanjutan.

Menurutnya, hutan tidak hanya bernilai dari kayu, tetapi juga menyimpan potensi besar dari hasil hutan bukan kayu. Potensi itu mencakup sumber pangan, obat-obatan, hingga bahan kosmetik yang bisa dikelola tanpa merusak ekosistem.

Ia mengatakan jika pemanfaatannya hanya pada eksploitasi kayu demi keuntungan sesaat, ada konsekuensinya besar yakni deforestasi, perubahan iklim, dan bencana. Padahal, hutan menyimpan potensi luar biasa dari sisi non-kayu.

"Misalnya getah damar, kemenyan, obat-obatan, dan sumber pangan. Semua itu bisa dikelola lestari," katanya.

Dia berharap seminar ini dapat mendorong perhatian publik dan pemerintah agar tidak hanya mengandalkan industri ekstraktif dalam pengelolaan hutan. Sumatera Utara memiliki kawasan hutan seluas 3 juta hektare. Dalam pemanfaatannya menurutnya masih harus dioptimalkan.

"Apakah pemanfaatannya optimal? Apakah kita hanya fokus pada pemanfaatan ekstraktif, eksplotatif gitu ya? Nah, bagaimana dengan nilai-nilai kandungan hutan yang sebenarnya bisa dimanfaatkan yang bisa melebihi nilai dari kayu, bisa melebihi nilai-nilai dari ekstraktif lainnya," ujarnya.

Menurutnya, ada opsi pemanfaatan hutan yang secara lestari, yang tidak merusak ekosistem namun tidak dioptimalkan.

"Sebenarnya itu sih yang menggagas kenapa GJI melaksanakan acara ini mengingat memang penting narasi-narasi ini diangkat kembali," ucapnya.

Dicontohkannya, berbagai potensi hutan yang dapat dikelola secara berkelanjutan, salah satunya getah kemenyan yang kini sudah menjadi perhatian pemerintah pusat.

Masyarakat selama ini telah mengelola HHBK dan menjaga keutuhan ekosistem hutan, namun banyak yang belum mendapatkan pengakuan hukum, baik sebagai hutan desa maupun hutan adat.

Panut menambahkan, Presiden dan Wakil Presiden bahkan sudah menyinggung soal kemenyan. Namun, pengelolaan HHBK sering kali masih terbentur akses dan legalitas bagi masyarakat adat maupun desa hutan.

"Masyarakat sebenarnya sudah mengelola hutan secara turun-temurun, menjaga ekosistem, dan menggantungkan hidup dari HHBK. Tapi banyak yang belum mendapat pengakuan resmi," ungkapnnya.

Selain kemenyan, lanjut Panut, tenun ulos dengan pewarna alami dari hutan yang bisa bernilai sepuluh kali lipat dibanding pewarna sintetis. Demikian pula jamur hutan, eco-print, hingga berbagai produk turunan HHBK lain yang bisa menjadi sumber kesejahteraan masyarakat.

Load More