SuaraSumut.id - Kritik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) kepada Presiden Joko Widodo ditanggapi beragam oleh tokoh partai politik hingga masyarakat luas.
Mantan aktivis 98 Sahat Simatupang menilai, kritik kepada Jokowi sebagai bentuk kontrol sosial mahasiswa kepada penyelenggara negara.
"Sebagai Presiden, Jokowi adalah pusat koordinasi penyelenggara negara. Ditangan seorang Presiden arah politik dan ekonomi ditentukan. Apalagi Indonesia menganut sistim presidensial. Kekuasan Presiden ada disemua bidang karena sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan." kata Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 ini, dalam keterangannya, Jumat ( 2/7/2021).
Sahat mengatakan, Jokowi sebagai opinion leader sekaligus sebagai pusat koordinasi penyelenggara negara tentu aksi nyatanya ditunggu.
"Kalau Jokowi ngomong A kemudian rakyat mengartikan itu sebagai sebuah janji kan rakyat menunggu. Kalau kemudian omongan atau janjinya itu belum terlaksana, setidaknya sejak 2014 lalu atau tujuh tahun setelah jadi Presiden, wajar rakyat bersikap," katanya.
Baca Juga:BEM se-Jabodetabek Sentil BEM UI soal Kritikan The King of Lip Service
Beberapa janji Jokowi yang masih jadi ganjalan adalah penguatan pemberantasan korupsi dan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.
"Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 berjanji akan memperkuat KPK, bahkan menyebut penyidiknya jangan hanya 60 orang saja. Namun yang kami lihat justru sebaliknya, penyidik KPK yang berintegritas tergusur dari KPK. Nah, apakah salah kalau mahasiswa kemudian berkesimpulan Jokowi ngomong A, tapi faktanya B." kata Sahat.
Janji Jokowi lainnya yang membuat aktivis 98 masih menyimpan kegundahan adalah penyelesaian pelanggaran HAM penembakan mahasiswa Trisakti Mei 1998 dan kerusuhan SARA dengan banyak korban etnis Tionghoa.
"Moral politik Jokowi dipertaruhkan karena dia pernah berjanji saat kampanye Pilpres 2014 akan menuntaskan pelanggaran HAM. Dan siapapun pasti sependapat, penembakan mahasiswa Trisakti dan kekerasan yang dialami etnis Tionghoa pada Mei 1998 adalah pelanggaran HAM." ujar Sahat.
Selain janji penguatan KPK dan penuntasan pelanggaran HAM, Sahat menyinggung janji Jokowi saat kampaye Pilpres 2014 lalu akan membeli kembali Indosat yang dijual kepada Singapore Technologies Telemedia pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri.
Baca Juga:Heboh! Seekor Buaya Muara Kembali Nongol di Kali Sadar Mojokerto
"Jokowi saat kampanye Pilpres 2014 mengatakan, Indosat akan dibeli lagi dan menjadi satelit milik Indonesia untuk mengoperasikan pesawat tanpa awak atau drone," kata Sahat.
Sahat mengatakan, tidak semua janji Jokowi yang tidak terwujud seperti pembangunan infrastruktur, jalan tol, bandara dan pelabuhan.
"Kita juga harus objektif, bahwa Jokowi menepati janji membangun berbagai infrastruktur." ujar Sahat.
Hanya saja infrastruktur yang dibangun itu belum mendongkrak ekonomi naik signifikan dan menjadi daya dorong pertumbuhan ekonomi 7 persen sesuai janji Jokowi.
Apalagi jalan tol yang sudah selesai dibangun, sambung Sahat, malah direncanakan akan dijual kepada swasta. Padahal dalam bisnis, kata Sahat menambahkan, menjual sebagian saham atau divestasi adalah hal wajar.
"Tapi karena yang dijual ini jalan tol, terkesan negara sedang menjual negara kepada swasta. Padahal jalan tol itu dibangun oleh biaya BUMN bukan dari anggaran pendapatan belanja negara atau APBN, namun mahasiswa terlanjur memvonis pemerintahanan Jokowi menjual jalan tol kepada swasta dan asing," tukasnya.