Polda Sumut Koordinasi dengan Komnas HAM Terkait Kasus Kerangkeng Bupati Langkat

Koordinasi dilakukan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Suhardiman
Kamis, 31 Maret 2022 | 11:30 WIB
Polda Sumut Koordinasi dengan Komnas HAM Terkait Kasus Kerangkeng Bupati Langkat
Ilustrasi kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin. [Suara.com]

SuaraSumut.id - Ditreskrimum Polda Sumut akan melakukan koordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Koordinasi dilakukan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

Hal tersebut diungkap oleh Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi, dalam keterangan yang diterima, Kamis (31/3/2022).

"Koordinasi dengan tim investigasi Komnas HAM dijadwalkan pukul 15.00 WIB di kantor Komnas HAM," kata Hadi.

Baca Juga:Resmi Menikah, Hyun Bin dan Son Ye-jin Jadi Salah Satu Pasangan Paling Kaya di Korsel

Diketahui, Komnas HAM mencatat sedikitnya ada 26 bentuk kekerasan dalam kasus tersebut.

Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM Yasdad Al Farisi membeberkan, tingkat kekerasan tertinggi sering terjadi saat masa awal seseorang masuk ke dalam kerangkeng manusia tersebut.

"Mulai dari dipukuli di bagian rusuk, kepala, muka, rahang, bibir, ditempeleng, ditendang, diceburkan ke dalam kolam ikan, direndam, diperintahkan untuk bergelantungan dikereng seperti monyet atau istilahnya gantung monyet," katanya, diberitakan suara.com pada Rabu (2/3/2022).

Para penghuni kerangkeng juga dicambuk menggunakan selang, mata dilakban, kaki dipukul dengan palu, kuku jari dicopot, dipaksa tidur di atas daun atau ulat gatal, hingga dipaksa makan cabai.

Komnas HAM mencatat setidaknya ada 18 alat yang digunakan untuk menyiksa para penghuni kerangkeng.

Baca Juga:Ulasan Film Hello Ghost: Kami Tak Akan Membiarkanmu Sendirian

"Antara lain, selang, cabai, ulat gatal, daun, besi panas, lilin, jeruk nipis, garam, plastik yang dilelehkan, palu atau martil, rokok, korek, tang, batako, dan alat setrum, terus ada kerangkeng dan juga kolam," jelasnya.

"Kekerasan ini menimbulkan bekas luka di bagian tubuh, selain penderitaan fisik ada juga dampak traumatis akibat kekerasan, sampai menyebabkan salah satu penghuni kereng untuk melakukan percobaan bunuh diri," jelasnya.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam menambahkan awalnya informasi yang didapat hanya ada tiga orang yang meninggal. Namun setelah pihaknya melakukan investigasi ditemukan bahwa ternyata ada enam orang meninggal dunia di kerangkeng tersebut.

"Habis itu kami berposes sendri sampai dua minggu lalu kami mendapat informasi jumlah korban nambah 3 lagi, jadi total ada enam orang meninggal dunia di sana," katanya.

Diberitakan, Polda Sumut telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus kerangkeng manusia tersebut. Salah satu tersangka adalah Dewa Perangin Angin, anak dari sang bupati.

Tujuh tersangka dijerat dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan ancaman 15 Tahun Penjara. Mereka adalah Dewa Perangin Angin, HS, IS, TS, RG, JS, dan HG.

Sedangkan dua tersangka lainnya selaku penampung dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO dengan ancaman 15 tahun penjara. Mereka yakni SP dan TS.

Dirreskrimum Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan, penyidik memutuskan untuk tidak menahan para tersangka dengan alasan kooperatif.

"Penyidik mempertimbangkan untuk tidak melakukan penahanan," tukasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini