2 Eks Pejabat Disdik Aceh Dituntut Masing-masing 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Pengadaan Wastafel

Selain pidana penjara, keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp 500 juta.

Suhardiman
Kamis, 14 November 2024 | 16:41 WIB
2 Eks Pejabat Disdik Aceh Dituntut Masing-masing 6,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Pengadaan Wastafel
Ilustrasi palu hakim [shutterstock]

SuaraSumut.id - Dua mantan pejabat Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh dituntut hukuman masing-masing enam tahun enam bulan penjara. Kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi pengadaan wastafel saat pandemi COVID-19.

Kedua terdakwa adalah Muchlis sebagai Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) dan Zulfahmi sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Tuntutan tersebut dibacakan JPU Putra Masduri dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Banda Aceh, Kamis (14/11/2024).

Selain pidana penjara, keduanya juga dituntut membayar denda masing-masing Rp 500 juta. Jika terdakwa tidak membayar denda, maka dihukum dengan hukuman masing-masing enam bulan kurungan.

"Kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan sebagai mana melanggar Pasar 2 Ayat (1) job Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP," kata jaksa melansir Antara.

Berdasarkan fakta di persidangan, Dinas Pendidikan Aceh pada tahun 2022 melakukan pengadaan wastafel guna mencegah penyebaran COVID-19 di 390 sekolah dengan anggaran mencapai Rp 43,59 miliar.

Dalam pelaksanaannya, pengadaan tersebut dipecah guna menghindari tender atau pelelangan terbuka. Pengadaan wastafel tersebut dikerjakan sebanyak 219 perusahaan.

Perusahaan yang digunakan untuk pengadaan disetujui Rachmat Fitri selaku Pengguna Anggaran dan juga Kepala Dinas Pendidikan Aceh pada saat itu. Rachmat Fitri didakwa dalam perkara yang sama, tetapi berkas terpisah.

Dari hasil pemeriksaan hasil pekerjaan, ditemukan ada item pekerjaan tidak dikerjakan. Selain itu juga ditemukan ketidaksesuaian antara volume terpasang dengan volume yang dipersyaratkan dalam kontrak kerja. Sementara, pencairan pekerjaan dilakukan 100 persen.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh kerugian negara yang ditimbulkan dari pengadaan wastafel tersebut mencapai Rp 7,2 miliar.

Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 20 November 2024 dengan agenda mendengarkan pledoi atau nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini