Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Rabu, 30 September 2020 | 19:30 WIB
Suasana puluhan rumah di Kampung Aur, Kecamatan Medan Maimun yang terendam banjir (Suara.com/Muhlis)

SuaraSumut.id - Nasib warga di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, dari waktu ke waktu belum mendapat kejelasan.

Sudah beberapa kali pergantian Wali Kota Medan, namun nasib mereka tetap sama, menjadi korban langganan banjir.

Mereka tetap menguras rumah, membersihkan jalan dan mengeringkan pakaian saat banjir datang akibat hujan.

Bukan pasrah dengan keadaan atau tidak mau diatur pemerintah, tapi mereka sudah 'enek' dengan janji-janji yang disampaikan pasangan calon yang bertarung di Pilkada Medan.

"Selalu saja janjinya memperbaiki tempat kami (banjir). Pokoknya yang manis-manis lah. Semua Wali Kota terpilih sampai gubernur  sudah datang ke sini, tapi tak ada solusi untuk nasib kami," kata salah seorang warga bernama M Nur (60), Rabu (30/9/2020).

Baca Juga: Ratusan Spanduk Sosialisasi Pilkada di Samarinda Belum Dilepas

Luapan air Sungai Deli menjadi bagian hidup yang telah mengajari mereka ilmu mitigasi bencana.

"Kalau sudah banjir, kami angkat barang ke lantai dua. Nanti kalau surut kami bersihkan lumpurnya," ujarnya.

Bagi Nur, hidup berdampingan dengan banjir merupakan rutinitas yang selalu datang menjelang penghujung tahun.

Bahkan, volume banjir mulai meningkat sejak tahun 2000. Bahkan pada tahun 2001 banjir dengan ketinggian 2 meter.

"Rata-rata memang dibuat lantai 2 untuk evakuasi jika banjir datang. Kami udah terbiasa, jadi kalau banjir sudah siap-siap angkat barang yang penting-penting," ujarnya.

Baca Juga: Kerumunan Massa saat Tahapan Pilkada, Tito Akui Minim Sosialisasi

Nur mengatakan, banjir yang melanda karena tidak berfungsinya bendungan air atau kanal di Delitua.

Semestinya, kanal itu dapat menampung volume air yang masuk ke sungai sehingga tidak meluap.

"Apa fungsinya kanal (bendungan) itu, kalau masih banjir tempat kami. Kalau memang ada niat pemerintah, tak lama mengatasi banjir ini," kata Nur.

M Nur mengatakan, salah satu contoh wilayah yang dahulu menjadi langganan banjir adalah kawasan Multatuli. Namun setelah dikelola oleh pengembang maka wilayah itu bebas banjir.

Oleh karena itu, warga enggan menerima tawaran relokasi dari pemerintah sebagai solusi. Sebab, mereka meyakini usai ditinggal tanah tersebut akan diambil alih pengembang untuk dibangun perumahan dan sejenisnya.

"Yakinlah kalau kami tinggal pasti dibangun mereka ini jadi perumahan. Udah kita tengok itu contohnya Multatuli," jelasnya.

M Nur menuturkan, masyarakat sudah berulang kali mengajukan pengurusan tanah tempat tinggal mereka ke BPN, namun permohonan itu ditolak.

Saat ini yang dipunya oleh masyarakat pinggiran Sungai Deli hanya secarik kertas keterangan dari kelurahan.

"Alasannya macam-macam lah, ada yang katanya tanah ini punya Sultan Deli. Intinya kami tak bisa mengurus surat tanah," pungkasnya.

Kontributor : Muhlis

Load More