Scroll untuk membaca artikel
Tasmalinda
Minggu, 21 Maret 2021 | 16:03 WIB
Komponis sekaligus pianis Indonesia Trisutji Djuliati Kamal. (encyclopedia.jakarta-tourism.go.id) Trisutji pernah belajar piano di Binjai

SuaraSumut.id - Komponis dan pianis Indonesia Trisutji Djuliati Kamal meninggal dunia di Jakarta, Minggu (21/3/2021). Pianis kelas dunia ini menghebuskan nafas terakhirnya di usia 84 tahun.

Menurut putri Trisutji, KRA. Mahindrani Kooswidyanthi Paramasari telah sekian lama mengidap komplikasi penyakit diabetes dan darah tinggi.

"Pada 2003, juga pernah mengalami stroke ringan," Mahindrani, yang kerap disapa sebagai Rani dilansir dari ANTARA, MInggu (21/3/2021).

Musikus yang karya-karyanya pernah ditampilkan di banyak negara itu meninggal di kediamannya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Baca Juga: Ngeri! Sopir Tewas Tergilas Truk Sendiri di Sumut

Putri Dr. RM Djoelham Soerjowidjojo dan BRA Nedima Koesmarkiah itu belajar piano klasik di Binjai, Sumatera Utara, dan pada usia 14 tahun mulai menciptakan karya musik untuk piano.

Trisutji pada Sabtu pagi bahkan masih sempat pergi ke dokter ahli penyakit dalam, yang telah merawatnya sejak tahun 1970-an.

"Tadi malam (Sabtu, 20/3) waktu saya pamit pergi ke Bogor juga masih bisa bicara, beliau menjawab 'Ya'," kata Rani.

Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pernah berpesan kepada Trisutji --yang juga kerap dipanggil Titi-- untuk memiliki jiwa elang dalam memperjuangkan karier di bidang musik.

"Engkau, Titi, ingin mengendarai (ranah) musik. Milikilah djiwa elang-radjawali itu, meski engkau seorang wanita... hanya dengan itulah engkau akan dapat mentjapai getaran irama yang setinggi-tingginya," kata Soekarno dalam surat yang ia tulis di Istana Bogor pada April 1955.

Baca Juga: 4 Pemuda di Sumut Tidur di Penjara Gegara Curi Motor

Trisutji dikenal sebagai penggubah lagu untuk piano, flute, serta vokal. Menurut berbagai sumber, banyak ciptaannya dimainkan di berbagai belahan dunia, termasuk di Praha, Moskow, Wina, dan Roma.

Karya yang bertajuk "Loro Jonggrang" merupakan opera Indonesia pertama dan yang secara perdana ditampilkan pada 1957 di Castel Sant'Angelo, Roma.

Dengan Trisutji Kamal Ensemble, yang terdiri dari dua piano, vokal, gerak dan alat musik tradisional, ia pernah mengadakan konser di kawasan Eropa, Afrika Utara, dan Asia, antara lain di kota Oslo, Helsinki, Madrid, Stockholm, Kairo, New Delhi, dan Bangkok.

Di Indonesia, karya-karyanya masih kerap ditampilkan, antara lain melalui konser piano duo "Samudra Ning Urip" di Jakarta pada 2017.

Trisutji juga telah menciptakan sedikitnya 200 karya komposisi untuk piano, termasuk yang dihimpun dalam 10 CD bertajuk "Complete Piano Works Series" --yang seluruhnya dimainkan oleh pianis klasik Ananda Sukarlan.

Pada masa remajanya, ia kemudian melanjutkan pendidikan musik di tiga negara, yakni di Amsterdam-Belanda, École Normale de Musique di Paris-Prancis, dan Conservatorio de Musica St Caecelia di Roma-Italia.

Trisutji meninggalkan tiga anak, yaitu Mahindrani, RM. Mahadharma Wijayawardhana Paramaghita, dan KRM. Mahindra Wahyu Paramadiningrat --yang juga dikenal sebagai Rob Rama Rambini.

Rama adalah putra sulung Trisutji yang pada 2010 berlayar mengendarai kapalnya seorang diri selama 10 bulan 27 hari, dari California-Amerika Serikat ke Bali.

Jenazah Trisutji akan dimakamkan pada Minggu siang di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Suaminya, Achmad Badawi Kamal, sudah terlebih dahulu meninggal, yaitu pada 2011.

Load More