SuaraSumut.id - Menyusuri jejak Islam di Tanah Melayu, kita memulainya dengan Masjid Al Osmani, di Jalan KL Yos Sudarso, Kelurahan Pekan Labuhan, Kecamatan Medan Labuhan.
Ini adalah merupakan masjid yang pertama kali dibangun di Medan, dan telah berumur 167 tahun. Masjid yang didirikan oleh Sultan Osman Perkasa Alam pada tahun 1854 ini tampaknya tak lekang oleh waktu.
Hingga sekarang, masjid ini masih tampak berdiri kokoh, dengan gaya arsitektur bangunan multi budaya yakni Eropa, Timur Tengah, China, dan Melayu Deli. Di masjid juga terdapat areal pemakaman keluarga Sultan Deli.
Rabu (21/4/2021) sore, SuaraSumut.id menyempatkan diri berkunjung untuk menilik kemegahan Masjid Al Osmani.
Letaknya berada sekitar 20 km dari pusat kota, persis di tepi jalan arah Medan menuju Pelabuhan Belawan. Bangunannya yang masyhur dengan warna kuning mencolok, memudahkan siapapun menemukan masjid bersejarah ini.
"Sejarah berdirinya Masjid Al Osmani ini berawal pada tahun 1854 di masa Sultan Osman Perkasa Alam. Sehingga Masjid ini disebut Masjid Raya Al Osmani, mengingat pendiri pertama sekali Sultan Osman yang ketujuh (Sultan Deli ke-7)," kata Haji Ahmad Faruni, salah seorang pengurus Badan Kenaziran Masjid (BKM) Al Osmani.
Ia menjelaskan, masjid ini awalnya terbuat dari kayu dengan ukuran 16 x 16 meter, yang didatangkan langsung dari Kalimantan.
"Dibawa melalui transportasi air, sarananya kemari lewat Sungai Deli, dibangun model panggung," kata Ahmad.
Baca Juga: Dramatis Bayi Kembar Siam Dempet Dada Dipisahkan 20 Dokter RSUD dr Moewardi
Ia mengaku, masjid ini didirikan sebagai sarana masyarakat untuk beribadah. Selain itu, sebagai tempat untuk mempererat hubungan sesama masyarakat dan pihak sultan.
"Makanya di saat kegiatan ibadah salat Idul Fitri dan Idul Adha, diadakan acara bersalaman antara rakyat dengan Sultan Deli," kata Haji Ahmad.
Perombakan Besar-besaran, Arsitek Jerman Dipanggil
Sekitar tahun 1870, pihak Kesultanan Deli melakukan perombakan besar-besaran, yang tadinya bahan kayu menjadi permanen seperti sekarang.
"Setelah wafatnya Sultan Perkasa Alam maka digantikan oleh Sultan Mahmud Perkasa Alam, Sultan yang kedelapan pada tahun 1870," ungkapnya.
Pembangunan di masa Sultan Mahmud Perkasa Alam, memakan waktu dan biaya yang cukup besar, apalagi arsitek pembangunan berasal dari Jerman, bernama GD Langereis.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Kapolres Labusel Raih Penghargaan Penegak Hukum Peduli Anak pada Anugerah KPAI 2025
-
LPS Jamin Dana Nasabah Korban Bencana Sumatera Tetap Aman
-
Pilihan Makanan Sehat Pengganti Nasi untuk Sarapan Bergizi
-
Sederet Street Food Khas Thailand, dari Tod Mun Pla hingga Cacing Goreng
-
4 Sunscreen Wardah untuk Perlindungan Maksimal Sehari-hari, Cocok Semua Jenis Kulit