Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Minggu, 27 Maret 2022 | 13:58 WIB
Kantor LBH Medan. [Ist]

SuaraSumut.id - Polisi telah memeriksa delapan tersangka kasus kerangkeng Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin. Namun demikian, kedelapan tersangka itu tidak dilakukan penahanan dengan dalih kooperatif.

Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Medan, Irvan Saputra menyesalkan tindakan Polda Sumut yang tidak menahan para tersangka. 

"Karena apa ini, bukan masalah kooperatif atau tidak kooperatif ini. Masalah pelanggaran HAM yang menyebabkan kematian yang diketahui itu enam orang, dua yang diekshumasi (bongkar makam)" kata Irvan, kepada suarasumut.id, Minggu (27/3/2022).

Irvan mengaku  tidak habis pikir mengapa delapan tersangka tersebut tidak ditahan.

Baca Juga: Gempa Banten Magnitudo 4,8 Berpusat di Barat Laut Rangkasbitung Terasa Hingga Malingping

"Dari hasil Komnas HAM lebih kurang ada 400 orang korban penyiksaan. Hal ini tidak masuk akal kita (LBH Medan). Kenapa pelaku kekerasan atau penyiksaan yang notabene sampai menyebabkan orang mati tidak ditahan," katanya.

"Sangat mengecewakan. Menurut LBH Medan ini merusak tatanan hukum yang sudah berlaku," sambungnya.

Secara subyektif, kata Irvan, alasan penahanan itu diatur secara detail di Pasal 21 ayat 1 KUHAP. Ada tiga syarat untuk orang ditahan, yaitu dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau melakukan tindakan pidana lainnya.

"Apakah tidak ada pertimbangan dari pihak Polda dengan tiga poin itu," ucapnya.

Secara obyektif, kata Irvan, tersangka dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun atau lebih itu ditahan.

Baca Juga: Siapa yang Akan Terdegradasi dari Liga 1 Musim Ini?

"Menurut hemat kita masuk ke pelanggaran HAM, kenapa bisa gak ditahan, kita sangat menyayangkan dan berpikir ada ketidakseriusan dari Polda," katanya.

LBH Medan juga melihat adanya dugaan orang yang berpengaruh dan punya jabatan seperti mendapat hak istimewa dalam menjalani proses hukum.

"LBH Medan menduga ini trend gampangnya orang tidak ditahan diduga pelakunya itu orang-orang berpengaruh dan punya jabatan," kata Irvan.

Sebaliknya, kata Irvan, masyarakat miskin atau kecil yang terjerat kasus hukum, maka bersiaplah merasakan dinginnya jeruji besi dan tak ada keistimewaan.

"Tapi ketika si miskin yang mencuri langsung ditahan, penggelapan langsung ditahan. Ini namanya diskriminasi dan tebang pilih," kata Irvan.

Dengan tidak ditahannya para tersangka, pihaknya khawatir akan berjalan tidak profesional dan tidak transparan.

"LBH Medan dengan tegas meminta Polda Sumut untuk profesional dan tidak tebang pilih, jangan ada yang ditutupi," ucapnya.

Pihaknya juga meminta Kapolri, Komnas HAM, LPSK dan seluruh masyarakat untuk mengawal kasus ini.

"Nanti ujung-ujungnya tidak sesuai dengan yang diharapkan korban dan rasa keadilan di tengah masyarakat," tandasnya.

Kontributor : M. Aribowo

Load More