Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Senin, 22 Agustus 2022 | 22:09 WIB
Tangkapan layar masyarakat adat terlibat ketegangan dengan petugas gabungan. [Ist]

SuaraSumut.id - Masyarakat adat di Sumatera Utara (Sumut), bersitegang dengan petugas gabungan TNI-Polri, Senin (22/8/2022). Dilihat dari video di akun Facebook Bpan Lamtoras Sihaposar, terlihat personel Polisi dan TNI mendatangi posko masyarakat adat.

"Sekarang kita sedang menunggu kedatangan dari pihak kepolisian untuk mendatangi menjumpai Posko Lamtoras Sihaporas," kata seorang pria dari masyarakat adat.

Tak lama kemudian, personel gabungan meringsek masuk ke dalam areal masyarakat adat. Cekcok pun tak terhindarkan.

"Portal kita sudah dipotong, jangan dipotong itu," teriak seorang masyarakat.

Baca Juga: Berandai Dirinya Jahat, Nathalie Holscher Bakal Minta Separuh Harta Sule saat Cerai

Namun, kericuhan antara masyarakat adat dengan aparat kepolisian tak berlangsung lama. Kapolres Simalungun AKBP Ronald F Sipayung mengajak masyarakat berdialog. Salah seorang wanita lalu menyampaikan aspirasinya kepada personel kepolisian.

"Bapak dan ibu sudah tahu permasalahan di Sipahoras ini, sudah bulat tekad kami tidak ada aktivitas di Lamtoras, itu yang kami tekankan kepada bapak," kata salah seorang emak-emak berbicara pakai toa.

"Kami juga sudah bertemu dengan Bapak Kapolres,sama bagian pemerintahan tidak ada aktivitas selain dengan masyarakat adat yang ada di Sipahoras ini, itu yang kami tekankan," sambungnya.

Wanita dalam video menyampaikan kalau kedatangan petugas membuat mereka merasa diintimidasi. Padahal mereka hanya mempertahankan lahan masyarakat adat.

"Kenapa beberapa terakhir ini banyak dari aparat negara yang datang mengintimidasi kami itu yang menjadi pertanyaan bagi kami," ungkapnya.

Baca Juga: Casemiro Tak Sabar Bermain di Liga Inggris Bersama Manchester United

Emak-emak tersebut juga mempertanyakan perlakuan yang berbeda antara masyarakat adat dengan TPL.

"Polisi ini mengayomi masyarakat atau mengayomi TPL, bahwa tanah yang mereka anggap ini HGU atau konsesi TPL kenapa tidak dipertanyakan dari negara, kenapa hanya masyarakat yang diintimidasi. Ini kami pertanyakan," jelas emak-emak.

"Kalau datang bagus-bagus kami pun sambut bagus, kenapa harus kayak gini caranya (ramai-ramai), itu yang saya pertanyakan pak," sambungnya.

Terlihat petugas gabungan berdialog dengan masyarakat adat mengenai maksud dan tujuan kedatangan mereka ke lokasi tidak lain dan tidak bukan hanya untuk membuka akses jalan.

Tidak Ada Pengepungan

Kapores Simalungun AKBP Ronald F Sipayung ketika dikonfirmasi SuaraSumut.id menjelaskan, pihaknya tidak ada melakukan pengepungan terhadap masyarakat adat.

Selain itu, kata Ronald, pihaknya tidak melarang masyarakat adat untuk memperjuangkan lahan.

"Sebelum tadi kita turun kita sudah empat kali pertemuan dan mediasi, kami datang ke kampung mereka di Sihaporas," katanya.

Dalam pertemuan itu, Ronald mengatakan, pihaknya juga mendorong Pemda Simalungun untuk segera membentuk tim identifikasi.

"Karena mereka menuntut tim identifikasi status mereka sebagai masyarakat adat. Itu sudah dikerjakan sebenarnya sudah ada progresnya," ungkapnya.

Ronald mengatakan, masyarakat adat tetap memaksa tidak boleh ada orang yang lewat ke lokasi pembibitan TPL.

"Ini sudah satu bulan mereka itu menebang pohon di seputaran jalan menuju tempat mereka itu dan menghalangi tidak bisa dilewati jalan itu. Pohonnya besar-besar, dan itu menutup jalan," jelasnya.

Oleh sebab itu, pihak kepolisian bersama dengan TNI datang ke lokasi untuk membuka akses jalan yang diblokir masyarakat adat.

"Kita persuasif tapi mereka tidak mau mereka bersikeras itu tanah adat mereka, mereka memaksakan kehendak tidak boleh lewat," jelasnya.

Dirinya tidak menampik sempat terjadi kontak fisik antara polisi dengan masyarakat adat.

"Memang tadi sempat, ya namanya mau masuk mereka melarang, adalah sedikit kontak fisik tapi tidak ada korban. Kita melakukan sesuai SOP dalam penanganan pengendalian massa," katanya.

Kontributor : M. Aribowo

Load More