Suhardiman
Rabu, 16 April 2025 | 00:08 WIB
Wali Kota Medan Rico Waas. [dok Pemkot Medan]

SuaraSumut.id - Sebuah video yang menampilkan dugaan keterlibatan sejumlah kepala lingkungan (Kepling) dalam pemenangan Rico Waas-Zakiyuddin Harahap di Pilkada Medan 2024 viral di media sosial (Medsos).

Video berdurasi singkat itu kembali beredar luas di media sosial dan memicu perbincangan hangat publik.

Dilihat dari unggahan akun instagram @medandailynews, Selasa 15 April 2025, tampak rekaman video yang diambil di sebuah warung.

Dalam video terdengar percakapan yang menyiratkan adanya dugaan perintah dari Kepling untuk mendukung pasangan Rico-Zaki.

"Bapak ada instruksi dari Kepling?" tanya seseorang dalam video tersebut.

"Ada, kalau ngga ada perintah, gak mungkin naik itu, kita bantulah, kita rame di sini," jawab seorang pria yang turut mengenakan kaos kampanye bertuliskan Rico-Zaki.

Kendati Pilkada Medan sudah berakhir, munculnya video pengakuan Kepling yang dipaksa memenangkan salah satu kandidat seketika jadi perbincangan hangat.

"Hahaha TST (tahu sama tahu) ajalah," tulis warganet di kolom komentar.

"Kepling sekarang serba bisa dari kebersihan sampai politik," balas warganet lainnya di kolom komentar.

Menanggapi mencuatnya kembali video kontroversial itu, Wali Kota Medan, Rico Waas memberikan respons. Ia mengaku bingung mengapa berita video soal pengakuan Kepling bisa beredar.

"Saya juga bingung beritanya dari mana, ya periksa aja," pungkasnya.

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah mengeluarkan imbauan terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN), termasuk kepala lingkungan (kepling), dalam penyelenggaraan pemilu atau pilkada.

Bawaslu menegaskan bahwa kepling, sebagai bagian dari aparatur pemerintahan, dilarang terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada dukungan atau pengerahan massa untuk mendukung pasangan calon tertentu, karena hal ini melanggar asas netralitas.

Tindakan seperti ini dianggap dapat mengganggu integritas proses pemilu. Bawaslu mendorong penegakan hukum dan klarifikasi dari pihak berwenang, seperti Kementerian Dalam Negeri, untuk memastikan imparsialitas aparatur pemerintahan.

Regulasi yang mengatur larangan kepala lingkungan (kepling) terlibat dalam politik praktis berpijak pada aturan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan perangkat pemerintahan.

Berikut poin utama berdasarkan regulasi di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN

- Pasal 2 huruf f menyatakan bahwa ASN wajib menjaga netralitas dan tidak memihak kepada kepentingan politik tertentu.

- Meskipun kepling tidak selalu berstatus ASN penuh, mereka dianggap sebagai perangkat pemerintahan yang tunduk pada prinsip netralitas, terutama saat menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelayanan publik.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

- Pasal 280 ayat (2) dan (3) melarang pejabat negara, termasuk perangkat desa atau lingkungan, menggunakan wewenangnya untuk memengaruhi pemilih atau mendukung pasangan calon.

- Pasal 282 secara khusus melarang pejabat pemerintahan terlibat dalam kampanye politik.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS

- Mengatur sanksi bagi PNS yang melanggar netralitas, seperti memberikan dukungan terbuka atau terselubung kepada calon dalam pemilu/pilkada, yang juga menjadi acuan bagi kepling berstatus kontrak atau honorer.

4. Surat Edaran dan Imbauan Bawaslu

- Bawaslu kerap mengeluarkan surat edaran menjelang pemilu atau pilkada, menegaskan larangan kepling terlibat dalam politik praktis, seperti mengarahkan warga untuk memilih calon tertentu atau menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.

- Contoh: Dalam Pilkada 2024, Bawaslu mengingatkan kepling untuk tidak memanfaatkan posisinya dalam kegiatan kampanye atau pengerahan massa.

Konsekuensi Pelanggaran

- Sanksi administratif, seperti teguran, penurunan pangkat, hingga pemberhentian, dapat diberikan kepada kepling berstatus ASN atau kontrak.

- Pelanggaran berat, seperti pengerahan massa atau penyalahgunaan wewenang, dapat diproses sebagai pelanggaran pemilu oleh Bawaslu atau bahkan masuk ranah pidana pemilu.

Status kepling bervariasi antar daerah (honorer, kontrak, atau sukarelawan), tetapi prinsip netralitas tetap berlaku karena mereka mewakili pemerintahan di tingkat lokal.

Bawaslu dan Kemendagri sering melakukan pengawasan dan sosialisasi untuk memastikan kepatuhan.

Load More