Suhardiman
Rabu, 01 Oktober 2025 | 13:29 WIB
Ilustrasi Penjara. (Pixabay/Fifaliana-joy)
Baca 10 detik
  • Polda Aceh menahan mantan pejabat KCP Rimo berinisial DW terkait dugaan korupsi.
  • DW diduga membuat transaksi fiktif hingga merugikan negara Rp 1,96 miliar.
  • Penyidik menyita uang Rp 67,5 juta dan 85 bundel dokumen sebagai barang bukti.

SuaraSumut.id - Polda Aceh menahan seorang mantan pejabat Kantor Pos Cabang Pembantu (KCP) Rimo, Kabupaten Aceh Singkil.

Tersangka berinisial DW (43) diduga kuat terlibat dalam kasus dugaan korupsi dengan modus transaksi fiktif yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 1,96 miliar.

Dirreskrimsus Polda Aceh, Kombes Zulhir Destrian, mengatakan penahanan ini dilakukan setelah DW ditetapkan sebagai tersangka.

"DW ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil gelar perkara yang turut dihadiri perwakilan Kortas Tipidkor Mabes Polri," katanya, melansir Antara, Rabu 1 Oktober 2025.

Ia mengatakan bahwa penyidik telah melakukan serangkaian penyelidikan panjang.

Selain itu, penyidik juga memeriksa sebanyak 21 orang saksi, penyitaan barang bukti berupa uang Rp 67,5 juta serta penyitaan 85 bundel dokumen pendukung operasional KCP Rimo.

"Proses ini juga diperkuat dengan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh, serta keterangan ahli auditor yang dilanjutkan dengan gelar perkara," ujar Zulhir.

DW diduga melakukan tindak pidana korupsi dana operasional PT Pos Indonesia (Persero) KCP Rimo pada 2024.

Perbuatan tersebut dilakukannya dengan cara melalui aplikasi wesel pos (cash to account) dan Pospay (cash in giro).

Dalam praktiknya, DW mengabaikan prosedur otorisasi transaksi sesuai ketentuan serta memanipulasi laporan pertanggungjawaban harian (N2) seolah-olah transaksi tersebut sah dan sesuai aturan.

"Faktanya, sejumlah dana operasional yang tersedia di aplikasi Wesel Pos dan Pospay KCP Rimo berada dalam penguasaan tersangka karena kewenangan jabatannya. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, yakni investasi melalui transaksi fiktif," ungkap Zulhir.

DW dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Load More