Suhardiman
Rabu, 01 Oktober 2025 | 23:50 WIB
Pertemuan masyarakat Sihaporas dengan pastor. [dok Ist]
Baca 10 detik
  • Sejumlah biarawan dan biarawati mengunjungi masyarakat adat Sihaporas untuk mendengar keluhan korban penyerangan pekerja PT TPL.
  • Warga Sihaporas mengalami trauma, kehilangan akses ladang, dan kesulitan ekonomi akibat tindakan pekerja PT TPL.
  • Para pastor menilai kondisi warga sebagai bentuk penindasan serius dan menyerukan perhatian pemerintah terhadap penderitaan mereka.

 

SuaraSumut.id - Sejumlah biarawan/biarawati yang bertugas di wilayah Keuskupan Agung Medan mengunjungi masyarakat adat Sihaporas, Selasa 30 September 2025. Para pastor, suster, bruder dan frater bertemu untuk mendengar keluhan para korban penyerangan pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang terjadi Senin 22 Agustus 2029.

Pertemuan dilakukan di rumah warga Dusun Sihaporas Aek Batu, Desa/Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). Pada pertemuan itu, warga mengatakan, secara umum mereka dalam kondisi trauma, cemas campur takut pasca-penyerangan yang mengakibatkan 33 orang luka-luka dan 9 orang rawat inap di rumah sakit.

Hingga saat ini pekerja TPL menduduki lahan perladangan warga. Jalan sebagai akses untuk berladang telah dirusak, digali loban besar sepanjang bahu jalan 7 meter dan dalam sekitar 3 meter.

Ketua Umum Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Mangitua Ambarita menyambut baik kehadiran para biarawan/biarawati datang atas nama Yayasan JPIC/KPKC (Justice, Peace and Integrity of Creation)/Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan) Ordo Kapusin Provinsi Medan.

"Terus terang, ibu-ibu di kampung kami ini telah menderita karena ditindas PT TPL. Ibu-ibu sangat susah, tidak bisa lagi berladang, karena terusir oleh pekerja PT TPL. Banyak ibu-ibu ini kesulitan menyekolahkan anak-anak yang sekolah atau kuliah, apabila tidak diperbolehkan kembali bertani," kata Mangitua, dalam keterangan tertulis yang diterima.

Mangitua mengaku sebagai putra dari pejuang veteran kemerdekaan Republik Indonesia. Jahya Ambarita, ayahnya, kelahiran Sihaporas tahun 1920, adalah Tentara Keamanan Rakyat, kemudian menjabat Pangulu/Kepala Desa Sihaporas tahun 1947-1951.

Jahya Ambarita mendapat tanda jasa kehormatan Legiun Veteran Kemerdekaan RI pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Surat keputusan LVRI Jahya Ambarita nomor: Skep/299/III/1990 nomor NPV: 2.043.074, golongan D, dengan masa bakti 1 tahun 9 bulan. Surat keputusan ini ditandatangani pada 30 Maret 1990 oleh Menteri Pertahanan LB Moerdani.

"Saya berharap, setelah kemerdekaan, tanah yang ikut diperjuangkan leluhur dan orangtua kami, termasuk ayah saya, pejuang kemerdekaan Indonesia, dikembalikanlah kepada kami," ujarnya.

Mangitua berharap negara hadir ke tengah masyarakaat. Negara melalui pemerintah desa Sihaporas, pemerintah Kecamatan Pematang Sidamanik, hingga Presiden Prabowo Subianto kiranya sungguh memperhatikan masyarakat tertindas.

Pada pertemuan itu hadir Pastor Alexander Silaen selaku Minister Provinsial Kapusin Medan dan ex officio Ketua dewan Pembina Yayasan KPKC Kapusin, Pastor Yosafat Ivo Sinaga selaku Wakil Minister Provinsial dan Sekretaris Dewan Pembina Yayasan KPKC Kapusin, Bruder Sumitro Sihombing Direktur KPKC dan Pastor Walden Sitanggang, anggota Dewan Pengurus Yayasan KPKC.

Pastor Alexander Silaen mengaku baginya tindakan saat ini bentuk genosida.

"Kalau mereka nggak diizinkan ke ladang untuk bekerja, sudah seminggu, bukankah sebenarnya ini bentuk Genosida?," ucapnya.

Istilah genosida berasal dari dua kata, yaitu genos yang berasal dari bahasa Yunani dan cide yang berasal dari bahasa latin. Genos berarti ras, suku, atau bangsa, dan cide berarti pembunuhan.

Jadi, genosida adalah penghancuran yang disengaja dan sistematis terhadap sekelompok orang karena etnis, kebangsaan, agama, atau rasnya.

Menurut Pastor Alex, pikiran warga mulai terganggu kerena kehilangan satu-satunya yang mereka punya dan perut lapar, makan dan sekolah anak terancam, esok hanya harapan yang hampir pasti mengecewakan (spes confundit). Sementara TPL terus memperluas lahannya.

"Mereka nggak bisa disalahkan jika akhirnya mereka menjual yang tersisa untuk beli beras modal bertahan hidup," jelasnya.

Pastor Yosafat Ivo Sinaga OFMCap yang menjabat Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Agung Medan tahun 2020-2023, mengatakan, seharusnya mereka diizinkan oleh pemerintah untuk melanjutkan pertaniannya sampai tanaman yang mereka upayakan itu berhasil. Kalau tidak, mereka hidup darimana? Anak-anak mereka butuh biaya untuk sekolah.

"Sekarang, kami berada di desa Sihaporas, yang pada tanggal 22 September yang lalu menjadi korban penyerangan oknum pekerja PT TPL. Serangan yang mengakibatkan 33 orang korban lula-luka, dan sembilan orang dirawat opname di rumah sakit," cetusnya.

Gerakan Solidaritas

Pastor Ivo mengatakan, kedatangan kali ini untuk melanjutkan gerakan solidaritas dan kepedulian sosial kepada para korban penganiayaan pekerja PT TPL, terutama kaum ibu dan perempuan.

"Kami telah menjeguk mereka di rumah sakit Harapan Siantar. Kami mendengar keluhan mereka. Bahwa perlakuan yang mereka terima sangat sadis, tidak berperikemanusiaan. Dan uuntuk melanjutkan gerakan solidaritas, kami kembali berkunjung ke sini. Kami juga mendengarkan kembali keluhan mereka, dan mereka sangat trauma dan takut," ujarnya.

Ivo berharap para pejabat, yang telah berkunjung ke Sihaporas pasca-kejadian, sebaiknya tidak selesai seketika.

Pada Jumat 26 September 2025, sejumlah pejabat negara seperti Wakil Bupati Simalungun, Kapolres Simalungun, Dandim Simalungun, dan Anggota DPR RI serta Anggota DPRD Kabupaten Simalungun, telah berkunjung ke Sihaporas pasca-kejadian.

Ia berseru kepada pemerintah, siapa pun yang sudah datang ke Sihaparoas, dalam pencitraan.

"Tetapi sunggguh-sungguh mendengar, lalu menyuarakan jeritan dan tangisan masyarakat ini supaya benar-benar didengar pemeritah," katanya.

Pastor Ivo yang dalam khotbahnya kerap menyelipkan lelucon perumpaan, para petani mengeluhkan, pertanian mereka telah dirusak pekerja PT TPL.

"Ladang mereka ruak. Cabe, jahe dan lain-lain. Mereka butuh segera boleh berladang, sebab mereka butuh ke ladang untuk dapat menyekolahkan anak-anaknya," ucapnya.

Sementara itu, Pastor Walden Sitanggang OFMCap ikut merasakan penderitaan warga Lamtoras Sihaporas. Menurutnya, masyarakat perlu ladang untuk mencari nafkah.

Warga tidak hanya mengalami luka dan trauma karena kekerasan fisik, warga Lamtoras Sihaporas juga tidak bisa mengelola tanaman yang sudah diupayakan mereka untuk menjadi sumber nafkah mereka.

"Mereka tidak bisa ke ladang karena jalan diputus dan diportal oleh pihak PT TPL. Tanaman mereka juga sebagian sudah dirusak oleh pihak PT TPL," jelasnya.

Sambil menunggu aktivitas warga ke ladang normal kembali, para pastor, bruder dan frater berjubah coklat itu membawa sembako untuk dibagikan ke seluruh warga Lamtoras Sihaporas.

"Pada saatnya kebenaran akan menyatakan dirinya" ungkap Pastor Aleksander Silaen OFMCap sebagai pimpinan Kapusin Medan.

Load More