SuaraSumut.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terlalu ringan terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sehingga, tuntutan JPU sama saja melukai rasa keadilan.
"Tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa terhadap Pinangki sangat ringan, tidak objektif, dan melukai rasa keadilan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, melalui keterangannya, Selasa (12/1/2021).
"ICW tidak lagi kaget mendengar kabar. Sebab, sejak awal Kejaksaan Agung memang terlihat tidak serius dalam menangani perkara ini," imbuhnya.
Kurnia menyebut dengan perkara yang menjerat Pinangki, seharusnya Kejaksaan Agung RI memberikan hukuman yang berat.
Baca Juga:Dituntut 6 Tahun Penjara, Jaksa Tuntut Harta Pinangki Dirampas
Apalagi, jaksa Pinangki sudah merusak citra korps Adhyaksa dengan terbukti menerima gratifikasi dalam pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) terkait Djoko Tjandra yang berstatus buronan Kejagung.
"Semestinya tuntutan yang layak kepada Pinangki adalah hukuman pemidanaan maksimal, yakni 20 tahun penjara," ucap Kurnia.
Adapun ICW memberikan alasan untuk Pinangki dapat dijerat dengan hukuman yang berat. Pertama, saat melakukan tindakan korupsi, Pinangki berstatus sebagai penegak hukum.
Kedua, uang yang diterima oleh Pinangki direncanakan untuk mempengaruhi proses hukum terhadap Joko S TJandra. Sebagaimana diketahui, kala itu Pinangki berupaya agar Joko S Tjandra tidak dapat dieksekusi dengan cara membantu mengurus fatwa di Mahkamah Agung.
Ketiga, tindakan Pinangki telah meruntuhkan dan mencoreng citra Kejaksaan Agung di mata publik. Betapa tidak, sejak awal kabar pertemuan Joko S Tjandra mencuat ke media, tingkat kepercayaan publik menurun drastis pada Korps Adhyaksa tersebut.
Baca Juga:Jaksa Pinangki Dituntut Empat Tahun Penjara
Keempat, perkara Pinangki merupakan kombinasi tiga kejahatan sekaligus, yakni tindak pidana suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang.
"Logika hukumnya, ketika ada beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang semestinya ada pemberatan, namun penuntut umum sepertinya tidak mempertimbangkan hal itu," kata Kurnia.
Kelima, keterangan Pinangki selama persidangan justru bertolak belakang dengan fakta yang diyakini oleh penuntut umum.
Pada beberapa tahapan, salah satunya eksepsi, Pinangki membantah menerima uang sebesar USD 500 ribu dari Joko S Tjandra. Dengan pengakuan seperti ini, seharusnya Jaksa tidak lagi menuntut ringan Pinangki.
Maka itu, ICW mendesak agar majelis hakim dapat mengabaikan tuntutan Jaksa lalu menjatuhkan hukuman berat terhadap Pinangki Sirna Malasari.
"Selain itu, putusan hakim nantinya juga akan menggambarkan sejauh mana institusi kekuasaan kehakiman berpihak pada pemberantasan korupsi," tutup Kurnia
Sebelumnya, Jaksa Pinangki Sirna Malasari dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung dalam perkara gratifikasi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA), terkait perkara Djoko Tjandra di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021).
Selain pidana, Jaksa Pinanki turut dituntut harus membayar denda sebesar Rp 500 juta, subsider enam bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dr Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara 4 tahun penjara dikurangi masa tahanan," kata Jaksa Yauar Utomo dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021).
Adapun hal memberatkan perbuatan terdakwa Pinangki bahwa tidak membantu upaya pemerinta dalam pemberantasan korupsi.
Hal meringankan Jaksa Pinangki belum pernah dihukum dan mempunyai anak berumur empat tahun.