BPJS Jadi Syarat Urus SIM, STNK hingga Naik Haji, Warga: Gak Relevan, Kesannya Seperti Dipaksakan!

kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dan kesannya seperti dipaksakan.

Suhardiman
Senin, 21 Februari 2022 | 16:49 WIB
BPJS Jadi Syarat Urus SIM, STNK hingga Naik Haji, Warga: Gak Relevan, Kesannya Seperti Dipaksakan!
Kartu BPJS. [Antara]

SuaraSumut.id - Pemerintah menetapkan BPJS Kesehatan menjadi salah satu syarat untuk  pengurusan SIM, STNK, jual beli tanah, hingga naik haji.

Salah seorang warga Lina (39) menilai, kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dan kesannya seperti dipaksakan.

"Apa kaitannya mengurus administrasi mesti melampirkan BPJS Kesehatan. Kesannya seperti dipaksakan, apa mungkin untuk menambah kas negara," katanya kepada SuaraSumut.id, Senin (21/2/2022).

Ia mengatakan, jika berdalih alasan optimisasi BPJS Kesehatan, pemerintah mestinya meningkatkan kualitas pelayanan, transparansi dan lain sebagainya sehingga masyarakat yang belum menggunakan BPJS akhirnya sukarela membayar iuran BPJS.

Baca Juga:Jumlah Pengguna Internet Indonesia Capai 204,7 Juta di Tahun 2022

"Bagaimana dengan masyarakat yang menggunakan jasa asuransi kesehatan swasta, jadi kesannya dia dipaksakan harus BPJS, kalau tidak maka dia akan sulit mengurus administrasi, dan itu kurang tepat," ucapnya.

Warga lainnya Arya (35) juga menanggapi sinis kebijakan BPJS jadi syarat wajib pengurusan administrasi SIM dan lainnya.

"Kalau ada yang BPJSnya tidak aktif, ada tunggakan, jadi dia harus melunasi tunggakan dulu baru bisa mengurus SIM dan lainnya. Ini kan memberatkan," tandasnya.

Pengamat Kebijakan Publik Sumut, Dadang Darmawan Pasaribu juga menyampaikan, kebijakan itu muncul di waktu yang tidak tepat.

"Waktunya saja menurut saya kurang tepat karena dalam situasi sekarang," ungkapnya.

Baca Juga:Agar Tak Diketahui Belanda, Ini Lokasi yang Konon Jadi Tempat Dikuburkannya Kereta Kuda Pangeran Diponegoro

"Kalau itu dibundling diikat dengan kebijakan-kebijakan yang lain, sebagaimana yang kita lihat saat ini waktunya saja belum tepat karena situasi kita katakanlah terpuruk secara ekonomi menghadapi pandemi (Covid-19) dan lain-lain," sambungnya.

Ia mengatakan, pemerintah memberi waktu mensosialisasikan kebijakan ini sebelum ditetapkan. Pemerintah terkesan terburu-buru menerapkan kebijakan ini.

"Ini harusnya ada warning terlebih dahulu dari pemerintah terhadap masyarakat, beri waktu kepada masyarakat katakanlah tiga bulan 6 bulan baru kemudian kebijakan ini diterapkan," tukasnya.

Kontributor : M. Aribowo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini