Aktivis 98 Desak Polri Tindak Kelompok yang Ingin Menunda Pemilu 2024

Pasalnya, DPR dan pemerintah telah memutuskan jadwal Pemilu dan Pilpres, Rabu 14 Februari 2024.

Suhardiman
Senin, 07 Maret 2022 | 11:00 WIB
Aktivis 98 Desak Polri Tindak Kelompok yang Ingin Menunda Pemilu 2024
Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang. [Ist]

SuaraSumut.id - Aktivis 98 yang tergabung dalam Perhimpunan Pergerakan 98 mendesak Polri menindak orang atau kelompok yang berupaya ingin menunda Pemilu 2024.

Ketua Majelis Nasional Perhimpunan Pergerakan 98 Sahat Simatupang mengatakan, Polri memiliki kewenangan menegakkan hukum jika ada Undang-Undang yang dengan sengaja dilanggar.

Pasalnya, DPR dan pemerintah telah memutuskan jadwal Pemilu dan Pilpres, Rabu 14 Februari 2024.

"Jadi kelompok yang berupaya menunda Pemilu telah nyata-nyata ingin menggagalkan Pemilu 2024 dengan cara melawan UU Nomor 7/2017. Polri harus menindak mereka tanpa pandang bulu," kata Sahat, dalam keterangan yang diterima, Senin (7/3/2022).
Sahat mengatakan, niat kelompok yang meminta penundaan Pemilu 2024 tidak bisa dianggap bahagian dari demokrasi kebebasan mengemukakan pendapat seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo.

Baca Juga:Dengar Kabar Mantan Kekasih Melahirkan, Pangeran Harry Langsung Lakukan Hal yang Disebut Buat Meghan Markle Kesal

Sebab tidak ada seorang pun yang bisa menjamin usulan penundaan Pemilu 2024 itu tidak akan dimanfaatkan kelompok yang ingin menggagalkan Pemilu 2024.

"Kami ingin mengingatkan kita semua bahwa hak kebebasan berpendapat bisa diakhiri atas dasar sesuatu yang telah disepakati bersama. Keputusan KPU 21/2022 yang merupakan bagian tak terpisahkan dari 573 Pasal di dalam UU Nomor 7/2017 adalah kesepakatan bersama DPR dan pemerintah menetapkan jadwal Pemilu dan Pilpres, Rabu 14 Februari 2024. Menunda Pemilu 2024 sama artinya menggagalkan Pemilu. Polri sudah bisa bertindak," ungkapnya.

Sahat mengutarakan, Pasal 22 E UUD 1945 menjelaskan bahwa Pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Konstruksi UUD 1945 tidak memberi ruang untuk dilakukan penundaan Pemilu. 

Begitu juga di UU Nomor 7/2017 tidak mengenai penundaan Pemilu, melainkan Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan yang dapat terjadi karena kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan dan gangguan lainnya.

"Meskipun ada ruang untuk menunda tahapan melalui UU Pemilu, tapi tidak boleh menerabas UUD 1945. Karena implikasi penundaan Pemilu adalah memperpanjang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. UUD 1945 tidak mengenal perpanjangan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden walau satu hari saja." kata Sahat.

Baca Juga:Prilly Latuconsina Kecewa Kinerja Wasit Sepak Bola Indonesia, Umay Shahab: Sediakan VAR dan Kasih Gaji Tinggi

Menurut Sahat, semuanya sudah jelas, Pemilu dan Pilpres dilaksanakan, Rabu 14 Februari 2024, dan masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin berakhir 20 Oktober 2024.

"Secara hukum, etik dan moral mandat rakyat kepada anggota DPR dan Presiden Joko Widodo hasil Pemilu 2019 berakhir di 2024." katanya.

Jika melalui jalan amandemen UUD 1945, Sahat mengatakan, belum ditemukan hal mendasar dan mendesak merubah Pasal 7 dan Pasal 22 E UUD 1945 saat ini.

"Lebih baik DPR dan Presiden Joko Widodo fokus menyelasaikan tugas masing - masing maupun tugas bersama hingga 2024." tukasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini