SuaraSumut.id - Gaya hidup tidak sehat seperti malas gerak hingga rokok dinilai memicu peningkatan angka kasus penyakit jantung koroner di usia muda.
Hal ini dikatakan oleh Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia Radityo Prakoso melansir Antara, Kamis (29/9/2022).
"Terdapat peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 2 persen setiap tahunnya dari tahun 2000 sampai 2016," kata Radityo.
Peningkatan angka itu akibat dari prevalensi obesitas, darah tinggi, kebiasaan merokok, dan kolesterol tinggi yang dialami usia muda.
Baca Juga:Mengenang Komisaris Utama Wismilak (alm) Willy Walla, Ini Profil Lengkapnya
Penyakit jantung koroner terjadi karena ada sumbatan pada pembuluh koroner akibat deposit kolesterol atau inflamasi (peradangan).
Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner di usia muda. Masyarakat diimbau untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat, berhenti merokok, berhenti makan makanan berlemak, berhenti konsumsi alkohol, dan rajin olah raga minimal 30 menit sehari.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Eva Susanti mengatakan, faktor risiko lain adalah konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkontrol.
Data kemenkes menunjukkan 28,7 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi gula, garam, lemak melebihi batas yang dianjurkan, yakni gula sebanyak 50 gram per hari (4 sdm), garam sebanyak 2 gram (sdt), dan lemak sebanyak 67 gram (5 sdm).
Dirinya juga menyoroti peningkatan prevalensi perokok pada kisaran umur 10 hingga 18 tahun.
Baca Juga:Ini Tempat Wisata Tasikmalaya yang Populer, Konon Ada Lorong di Sebuah Gua Bisa Tembus ke Makkah
"Terjadi peningkatan hampir 200 persen untuk yang merokok menggunakan rokok elektrik," katanya.
Kecanggihan teknologi dan kehidupan di daerah perkotaan, kata Eva, cenderung memicu kebiasaan malas gerak.
Berdasarkan Global Burden of Desease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5 persen pada 2013 menjadi 1,5 persen pada 2018.
Bahkan penyakit jantung ini menjadi beban biaya terbesar. Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2021 pembiayaan kesehatan terbesar ada pada penyakit jantung sebesar Rp 7,7 triliun per tahun.