Erdi mengurai kronologis awal mula perkara ini terjadi. Amrick yang kini sebagai kliennya ditawari sebidang tanah di Jalan Patimura, Medan. Saat itu, BG mengaku sebagai pemegang kuasa dari pemilik tanah berinisial TSAM.
"Proses jual beli tanah dilakukan pada tahun 2009. Namun proses jual beli itu tak kunjung usai, bahkan akta jual beli tanah tak kunjung ditunjukkan," kata Erdi.
Berdasarkan dokumen grand sultan, pemilik yang sah bukan BG. Maka dilakukanlah pertemuan langsung dengan pemilik tanah pada tahun 2011.
"Pada proses pertemuan itu, kuasa yang diberikan kepada BG sudah dicabut, dan proses jual beli sudah lancar," jelasnya.
Tim Erdi kemudian melaporkan BG ke Polrestabes Medan karena tidak mengembalikan uang panjar dan pengurusan surat-surat. Hingga saat ini, surat tersebut tidak kunjung usai.
Namun, pada tahun 2011 BG dengan menggunakan akta tanah tersebut, malah melaporkan balik Amrick ke Polda Sumut karena tidak memberikan sisa pembayaran sebesar 6 miliar rupiah.
"Harusnya laporan ini dihentikan karena saudara Bijaksana Ginting bukan pemilik tanah. Dia bahkan sama sekali tidak dirugikan," katanya.