Kemenyan, Komoditas Prioritas Tapanuli Hadapi Tantangan Krisis

Sebagai komoditas prioritas, kemenyan juga memiliki tantangan, diantaranya ditinggalkan hingga diganti pisang.

Suhardiman
Selasa, 11 Juli 2023 | 15:28 WIB
Kemenyan, Komoditas Prioritas Tapanuli Hadapi Tantangan Krisis
Kemenyan merupakan salah satu yang menjadi komoditas penting bagi masyarakat khususnya di Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut). [Ist]

SuaraSumut.id - Kemenyan merupakan salah satu yang menjadi komoditas penting bagi masyarakat khususnya di Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut).

Sebagai komoditas prioritas, kemenyan juga memiliki tantangan, diantaranya ditinggalkan hingga diganti pisang. Temuan ini menjadi titik awal untuk mulai lebih serius, mengingat tantangan lebih besar yakni krisis pangan, air, dan energi sudah di depan mata.

Hal itu terungkap saat Diseminasi Hasil Riset-Penelitian Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Mata Pencaharian Masyarakat di empat desa yang ada di Taput, yang digelar Green Justice Indonesia.

Akademisi Universitas Sumatera Utara (USU) Hendri Sitorus PhD mengatakan, penelitian ini dilakukan di Desa Simardangiang, Pangurdotan, Pantis, Kecamatan Pahae Julu, dan Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, Tapanuli Utara.

Baca Juga:Kim Kardashian Tampil Panas di Lokasi Gym Pakai Baju Renang, Bikin Netizen Telan Ludah

"Dalam riset itu menemukan kemenyan itu menjadi prioritas di mana ada tiga desa yang masyarakatnya cukup bergantung di atas 50 persen ekonominya dari hasil kemenyan yaitu Simardangiang, Pangordotan dan Pantis. Sementara di Dusun Hopong itu sudah meninggalkan kemenyan karena mereka sudah konversi ke pisang,” katanya, Selasa (11/7/2023).

Dari aspek produksi, kata Hendri, masyarakat sudah memiliki akses terhadap tanah walaupun berstatus hutan. Hal ini belum terlalu terjamin karena belum ada perizinan. Selama ini masyarakat menganggap bahwa itu wilayah adat mereka.

Menurutnya, wilayah kelola mereka sebetulnya ada potensi konflik kepentingan livelyhood masyarakat dengan hutan lindung.

"Sebetulnya masyarakat boleh untuk mengambil HHBK," ungkapnya.

Aspek produksi lainnya adalah bahwa untuk mendapatkan satu kilo mereka harus membersihkan, menderes, membuat lubang keluarnya getah kemenyan, bahwa harus dilakukan dengan memanjat sekitar 10 pohon/hari, hasilnya baru bisa dipanen 6 bulan kemudian.

Baca Juga:Mengenal Apa Itu MPLS: Ini Pengertian, Tujuan hingga Jenis Kegiatan

Ada bulan-bulan tertentu yang tidak stabil produksinya, menjadi tantangan bagi petaninya. Untuk mendapatkan 1 kg mereka harus 10 kali manjat berapa meter dan mereka harus tinggal di hutan beberapa hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini