Kenaikan Cukai Rokok Belum Berlaku di 2025

Dari sisi penerimaan, realisasi cukai hingga 31 Agustus 2024 tercatat sebesar Rp 138,4 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) sebesar 5 persen.

Suhardiman
Selasa, 24 September 2024 | 12:54 WIB
Kenaikan Cukai Rokok Belum Berlaku di 2025
Ilustrasi rokok. [Freepik]

SuaraSumut.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengonfirmasi bahwa penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) belum akan diterapkan pada tahun 2025.

Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, pemerintah masih akan melihat kebijakan lain, termasuk penyesuaian harga di tingkat industri sebelum menentukan arah kebijakan CHT.

"Sampai dengan penutupan pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang minggu lalu ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan CHT pada 2025 belum akan dilaksanakan," katanya melansir Antara, Selasa (24/9/2024).

Askolani juga menyebut bahwa beberapa perbedaan signifikan antara golongan rokok I, II, dan III mendorong adanya "downtrading," sehingga basis kebijakan CHT 2025 akan ditinjau ulang oleh pemerintah.

"Basis arah CHT 2025 akan ditinjau kembali oleh pemerintah untuk bisa dipastikan kebijakan yang akan ditetapkan," ujarnya.

Dari sisi penerimaan, realisasi cukai hingga 31 Agustus 2024 tercatat sebesar Rp 138,4 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) sebesar 5 persen.

Penerimaan ini didorong oleh peningkatan produksi golongan II dan III yang berkontribusi pada kenaikan CHT sebesar 4,7 persen menjadi Rp 132,8 triliun.

Selain itu, cukai minuman eengandung etil alkohol (MMEA) tumbuh 11,9 persen yoy mencapai Rp 5,4 triliun, sedangkan cukai Etil Alkohol (EA) tumbuh 21,8 persen menjadi Rp 93,6 miliar.

Kinerja positif ini mendukung penerimaan kepabeanan dan cukai secara keseluruhan, yang tercatat sebesar Rp 183,2 triliun, tumbuh 6,8 persen yoy.

Dengan kinerja itu, penerimaan cukai turut mendongkrak realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai yang secara kumulatif tercatat sebesar Rp183,2 triliun, atau tumbuh sebesar 6,8 persen yoy.

Penerimaan Bea Masuk tumbuh 3,1 persen yoy menjadi Rp 33,9 triliun, didorong oleh peningkatan impor dan penguatan nilai tukar dolar AS.

Penerimaan Bea Keluar tumbuh signifikan, mencapai Rp 10,9 triliun, dipicu oleh pertumbuhan Bea Keluar tembaga sebesar 567,8 persen.

Sementara Bea Keluar produk sawit turun 57,3 persen yoy akibat penurunan harga dan volume ekspor crude palm oil (CPO).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini