Operasi tersebut digelar sejak 1 hingga 14 Mei 2025, dan melibatkan Satuan Tugas Polda Sumut serta seluruh jajaran kepolisian resor di wilayah tersebut.
Penindakan dilakukan secara menyeluruh mulai dari jalanan, terminal, pelabuhan, hingga pusat aktivitas ekonomi.
Langkah tegas Polda Sumut ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah daerah serius menciptakan ruang ekonomi yang sehat.
Gunawan menyebut ini sebagai kebijakan strategis yang seharusnya menjadi program jangka panjang demi menunjang stabilitas ekonomi regional.
Menurut data Kementerian Investasi/BKPM, nilai investasi masuk ke Sumatera Utara pada triwulan I tahun 2025 menunjukkan kenaikan sebesar 12,3 persen dibanding tahun sebelumnya.
Namun demikian, angka itu dinilai masih bisa lebih tinggi jika persoalan keamanan dan kenyamanan berinvestasi bisa terus dijaga.
“Jika ke depan aksi premanisme di Sumatera Utara berhasil ditekan hingga titik terendah, maka Sumut punya peluang besar menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia,” tutup Gunawan.
Untuk diketahui, preman di Indonesia bukan sekadar julukan bagi pelaku kriminal jalanan, tetapi telah menjadi simbol dari kelompok kejahatan terorganisir yang memiliki struktur, kekuasaan, dan pengaruh tersendiri di tengah masyarakat.
Kata ini berasal dari bahasa Belanda vrijman, yang berarti "orang bebas", dan awalnya merujuk pada pribumi yang tidak terikat kontrak kerja dengan pemerintah kolonial.
Namun, maknanya bergeser seiring waktu, menjadi gambaran bagi sosok atau kelompok yang kerap melakukan tindakan tidak menyenangkan, seperti penodongan, pemerasan, bahkan kekerasan fisik.
Lebih dari itu, preman kerap terlibat dalam jaringan kriminal yang lebih besar, mencakup penipuan, pembunuhan, hingga perdagangan narkoba.
Tak jarang, mereka membangun pengaruh kuat di wilayah-wilayah rawan hukum, menjadikan premanisme sebagai gaya hidup yang menormalisasi kekerasan demi kekuasaan dan keuntungan. (Antara)