Warga Desa Poncowarno Langkat Tuntut Ganti Rugi Lahan ke USU

Ia mengatakan, sebanyak 300 hektare ladang petani di Desa Poncowarno (dulunya Desa Pamah Tambunan) kini menjadi lahan kebun sawit komersil.

Suhardiman
Rabu, 17 Desember 2025 | 17:26 WIB
Warga Desa Poncowarno Langkat Tuntut Ganti Rugi Lahan ke USU
Warga Tuntut Ganti Rugi Lahan. [Ist]
Baca 10 detik
  • Warga Poncowarno menuntut ganti rugi lahan 300 hektare dari USU yang belum dibayar sejak tahun 1986.
  • Demonstrasi tuntutan ganti rugi lahan yang telah menjadi sawit komersil dilaksanakan pada 15 Desember 2025.
  • Lahan yang dialihfungsikan untuk percobaan pendidikan ternyata dikelola seperti perkebunan komersil tanpa hak warga.

SuaraSumut.id - Warga Desa Poncowarno, Kecamatan Salapian, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, menuntut ganti rugi lahan seluas 300 hektare yang belum dibayar sejak tahun 1986.

Mereka pun menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus Universitas Sumatra Utara (USU), Jalan Dr Mansyur Medan, pada Senin 15 Desember 2025 kemarin.

"Sudah 39 tahun kami menunggu pembayaran ganti rugi lahan yang dijanjikan pihak USU. Selama masa penantian itu, sudah tak terhitung lagi intimidasi dan tekanan yang kami rasakan," kata Aspipin Sinulingga, melansir KabarMedan.com.

Ia mengatakan, sebanyak 300 hektare ladang petani di Desa Poncowarno (dulunya Desa Pamah Tambunan) kini menjadi lahan kebun sawit komersil.

Alih fungsi lahan itu terjadi sejak tahun 1986. Di mana USU mengambil alih ladang petani melalui tawaran ganti rugi dan bagi hasil sebanyak 300 hektare.

Mereka berdalih lahan tersebut akan dijadikan sebagai perkebunan percobaan pendidikan dan penelitian mahasiswa.

"Yang awalnya janji ganti rugi dan kerja sama, tapi tidak ada satupun yang dipenuhi. Ganti rugi dari data yang kami dapatkan bukan masyarakat, tapi pegawai USU yang bukan bagian dari masyarakat. Soal kerja sama, masyarakat masuk ke lokasi kebun mereka sendiri langsung ditangkap, dikejar-kejar bahkan diintimidasi," ujar Aspipin.

Ladang yang sebelumnya dikatakan sebagai perkebunan percobaan ternyata tidak pernah ada mahasiswa yang melakukan percobaan dan penelitian di lokasi tersebut.

Dirinya mengatakan yang terjadi di ladang itu adalah perkebunan sawit komersil yang hasilnya hanya 100 ton per bulan dari 500 hektare tanah. Angka tersebut dinilai tidak masuk akal.

"Yang tau bagaimana hitungan sawit silakan dihitung, benar nggak hasilnya segitu, sehingga sampai saat ini masyarakat tidak menerima ganti rugi apapun dari lahan itu, selain intimidasi dan tekanan," ucap Aspipin.

Bahkan, pengelolaan ladang justru semakin terasa bagai sebuah perusahaan sawit. Di mana ada struktur perusahaan seperti manager, mandor dan sebagainya.

Di sisi lain masyarakat justru diperlakukan layaknya musuh yang pantas untuk ditekan dan diintimidasi.

Mereka pun berharap pihak USU dapat menyelesaikan pembayaran kewajiban mereka sesegera mungkin sebelum tahun berganti.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini