Scroll untuk membaca artikel
Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana
Rabu, 02 Desember 2020 | 13:37 WIB
Studi: Risiko Kematian akibat Serangan Jantung Lebih Tinggi pada Wanita

SuaraSumut.id - Sebuah studi telah mencatat bahwa perempuan dapat mengembangkan masalah jantung atau berisiko meninggal dalam waktu lima tahun setelah serangan jantung parah pertama dibandingkan dengan pria.

Dilaporkan perempuan 20 persen lebih mungkin meninggal karena serangan jantung daripada laki-laki. Hal ini dinyatakan dalam sebuah penelitian yang terbit pada jurnal utama American Heart Association Circulation.

Meningkatnya kebiasaan merokok, stres, dan gaya hidup yang tidak banyak bergerak adalah katalis yang dapat menyebabkan serangan jantung pada perempuan.

Melansir dari Healthshots, untuk mempelajari kesenjangan ini, para peneliti menganalisis data pada lebih dari 45.000 pasien yang dirawat di rumah sakit karena serangan jantung pertama antara 2002-2016 di Alberta, Kanada.

Baca Juga: Waduh, Sering Menguap Tanpa Sebab Bisa Jadi Risiko Serangan Jantung!

Perempuan memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi di rumah sakit dibandingkan pria akibat serangan jantung ringan atau STEMI perempuan 9,4 persen dibandingkan 4,5 persen laki-laki. Sementara kematian pada serangan jantung parah atau NSTEMI 4,7 persen pada perempuan dan 2,9 persen pada laki-laki.

Perempuan juga memiliki riwayat medis yang lebih rumit saat mengalami serangan jantung, termasuk tekanan darah tinggi, diabetes, fibrilasi atrium, dan penyakit paru obstruktif kronik, faktor risiko yang dapat menyebabkan gagal jantung.

Perempuan terkena serangan jantung. (Shutterstock)

“Mengidentifikasi kapan dan bagaimana perempuan mungkin berisiko lebih tinggi untuk gagal jantung setelah serangan jantung dapat membantu mengembangkan pendekatan yang lebih efektif untuk pencegahan,” kata penulis utama studi Justin A. Ezekowitz, MBBCh., M.Sc., seorang ahli jantung dan co-direktur Pusat VIGOR Kanada di University of Alberta di Edmonton, Alberta, Kanada.

Berdasarkan temuan ini, rekan penulis studi Padma Kaul, PhD, direktur bersama Pusat VIGOR Kanada, mengatakan bahwa selanjutnya peneliti akan memeriksa lebih lanjut apakah semua pasien menerima perawatan terbaik terutama perempuan.

Baca Juga: Sebelum Meninggal, Kepala Maradona Terbentur dan Tak Dirawat Selama 3 Hari

Load More