Suhardiman
Senin, 19 April 2021 | 18:29 WIB
Salah seorang wisatawan mendengar suara yang muncul di Meriam Puntung. [Suara.com/M Aribowo]

Sesampainya di perairan Aceh Utara, kata Syarida, ditebarkannya syarat bertih dan telur tadi ke laut.

"Datanglah si Naga, abangnya yang sulung, disitulah diambil si Putri Hijau, maka hilang atau raiblah Putri Hijau di laut Aceh sana," ungkapnya.

Kerajaan Haru Takluk, Lahir Kesultanan Deli

Setelah Kerajaan Haru takluk, maka Panglima Perang Sultan Aceh bernama Gocah Pahlawan, mendirikan kerajaan yang menjadi cikal bakal, Kesultanan Deli.

Akhirnya meriam bekas peperangan ini dibawa, menjadi kenang-kenangan perang sekaligus penghormatan.

"Mengapa dia (Meriam Puntung) disini setelah berdiri Istana Kesultanan Deli, dari tempat perang di Delitua dipindahkan kemari. Yang menaklukkan ini Panglima perang Sultan Aceh namanya Gocah Pahlawan, beliau inilah cikal bakal sultan Deli yang pertama," katanya.

Syarida menerangkan meriam ini sudah berusia 4 abad lebih.

"Jadi dibawalah ini meriam sebagai penghormatan dan kenang-kenangan perang saja, berusia 4 abad lebih," katanya.

Setiap Tahun Baru Islam Dimandikan

Baca Juga: Gantikan Livina, Sandiaga Uno Pinang Mobil Listrik di IIMS Hybrid 2021

Syarida mengungkapkan, tidak ada perawatan khusus terhadap meriam ini, hanya saja tiap 1 Muharram tahun baru Islam, meriam dimandikan dan diberi minyak.

"Ini dulu gak ada rumahnya di depan sana terletak hingga akhirnya dirumahkan," katanya.

Setelah dirumahkan, kata Syarida, meriam ini pernah berpindah sendiri pada tahun 1995 silam.

"Bergeser sejauh 2 meter, semua pintu terkunci, itu kan berat gotongnya ramai-ramai untuk memasukkannya lagi ke dalam rumahnya," jelasnya.

Syarida menuturkan, selain untuk mengetahui kisah peperangan yang melahirkan Kesultanan Deli, masyarakat datang juga untuk berdoa.

"Kalau di sini gak ada pantangan, masyarakat boleh berdoa, ada juga yang mendengar di lubang meriam, kalau dihayati ada arus airnya," tukasnya.

Load More