SuaraSumut.id - Pengadilan Banding Arab Saudi menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada mantan imam Masjidil Haram, Sheikh Saleh Al-Talib. Kasus itu merupakan buntut dari khotbahnya tahun 2018 lalu.
Tahun 2018, Sheikh Saleh Al-Talib menyampaikan khotbah yang berisi kritik terhadap pemerintah Arab Saudi karena mengizinkan pertemuan campur antara laki-laki dan perempuan di ruang publik.
Merangkum al Jazeera, protes ini disampaikan atas dasar agama karena dinilai tak sesuai ajaran mazhabnya. Ia lalu ditangkap oleh kepolisian Arab Saudi, seperti yang diungkapkan kelompok advokasi Prisoners of Conscience.
Sementara media Khaleej Online melaporkan, Talib yang juga ulama fatwa Mekah mencemooh kebijakan pemerintah yang mengizinkan wanita dan laki-aki membaur di arena konser juga hiburan lainnya.
Meski tak ada kritik langsung terhadap keluarga kerajaan tapi pidatonya jelas menyasar kebijakan pemerintah yang belakangan melakukan kelonggaran terhadap ketentuan hukum Islam.
Beberapa jam setelah penangkapan, dua akun media sosial Sheikh Saleh Al-Talib dinonaktifkan. Aktivis HAM Saudi yang berbasis di Inggris, Yahya Assiri, mengatakan "Kerajaan Saudi sekarang memantau setiap tokoh berpengaruh yang melancarkan kritik."
Kini, setelah empat tahun Al Thalib ditahan, aktivis menuntut pihak berwenang atas pembebasannya. Middle East Monitor melaporkan aksi solidaritas digalang dengan tagar 'empat tahun sejak penangkapan imam Masjid Suci'.
Al-Thalib beserta kuasa hukumnya mengajukan banding di pengadilan dan Pengadilan Kriminal Khusus sempat membebaskan dari dakwaan. Namun, Pengadilan Banding membatalkan putusan itu lalu menjatuhkan vonis 10 tahun penjara.
Sejak Mohammed bin Salman menjadi Putra Mahkota Kerjaaan Saudi pada bulan Juni tahun 2017, puluhan imam, aktivis hak-hak perempuan dan anggota keluarga kerajaan ditahan.
Baca Juga: Profil Sheikh Saleh Al-Talib, Eks Imam Masjidil Haram Dihukum 10 Tahun Penjara
Sejumlah pengkhotbah papan atas juga ditahan, antara lain Salman al-Awdah, Farhan al-Malki, Awad al-Qarni, Mostafa Hassan dan Safar al-Hawali.
Al-Awdah dan al-Qarni memiliki jutaan pengikut di media sosial dan ditangkap September 2018 atas tuduhan memiliki hubungan dengan kelompok yang masuk daftar teroris, Ikhwanul Muslimin.
Sementara al-Hawali ditahan setelah menerbitkan buku setebal 3 ribu halaman yang isinya menyerang dinasti Salman atas hubungan mereka dengan Israel. Al-Hawali juga menyebut mereka berkhianat.
Demikian kronologi kasus mantan imam Masjidil Haram. Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa menjawab rasa penasaran tentang vonis 10 tahun penjara bagi Sheikh Saleh Al-Talib. (Suara.com)
Berita Terkait
-
Bandara Kertajati Segera Hidup Dengan Layani Jemaah Umrah
-
Mengenal Majed Abdullah, Pemain Terbaik Arab Saudi di Ajang Piala Dunia
-
Menag Yaqut Sebut Kuota Haji Tahun Depan Diprediksi Bertambah
-
Arab Saudi Diminta Sediakan Kuota Bagi Calon Jemaah Haji Lansia, Menag: Mereka Menjanjikan Insya Allah Ada
-
Pemerintah Arab akan Bahas Permintaan Kuota Haji Indonesia
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Pertamina Bersihkan Puskesmas Rantau di Aceh untuk Pulihkan Layanan Kesehatan Masyarakat
-
Lokasi SIM Keliling Medan Pekan Ini, Lengkap dengan Syarat dan Jam Operasionalnya
-
Kerugian Banjir di Aceh Timur Capai Rp 5,39 Triliun, Ribuan Rumah Rusak
-
1.955 Kantong Darah Didistribusikan ke Wilayah Bencana di Aceh
-
ARTKARO 2025, dari Kegelisahan Lokal Menuju Ekosistem Seni Rupa Nasional