SuaraSumut.id - Kemenyan merupakan salah satu yang menjadi komoditas penting bagi masyarakat khususnya di Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut).
Sebagai komoditas prioritas, kemenyan juga memiliki tantangan, diantaranya ditinggalkan hingga diganti pisang. Temuan ini menjadi titik awal untuk mulai lebih serius, mengingat tantangan lebih besar yakni krisis pangan, air, dan energi sudah di depan mata.
Hal itu terungkap saat Diseminasi Hasil Riset-Penelitian Kontribusi Hasil Hutan Bukan Kayu Terhadap Mata Pencaharian Masyarakat di empat desa yang ada di Taput, yang digelar Green Justice Indonesia.
Akademisi Universitas Sumatera Utara (USU) Hendri Sitorus PhD mengatakan, penelitian ini dilakukan di Desa Simardangiang, Pangurdotan, Pantis, Kecamatan Pahae Julu, dan Dusun Hopong, Desa Dolok Sanggul, Kecamatan Simangumban, Tapanuli Utara.
Baca Juga: Kim Kardashian Tampil Panas di Lokasi Gym Pakai Baju Renang, Bikin Netizen Telan Ludah
"Dalam riset itu menemukan kemenyan itu menjadi prioritas di mana ada tiga desa yang masyarakatnya cukup bergantung di atas 50 persen ekonominya dari hasil kemenyan yaitu Simardangiang, Pangordotan dan Pantis. Sementara di Dusun Hopong itu sudah meninggalkan kemenyan karena mereka sudah konversi ke pisang,” katanya, Selasa (11/7/2023).
Dari aspek produksi, kata Hendri, masyarakat sudah memiliki akses terhadap tanah walaupun berstatus hutan. Hal ini belum terlalu terjamin karena belum ada perizinan. Selama ini masyarakat menganggap bahwa itu wilayah adat mereka.
Menurutnya, wilayah kelola mereka sebetulnya ada potensi konflik kepentingan livelyhood masyarakat dengan hutan lindung.
"Sebetulnya masyarakat boleh untuk mengambil HHBK," ungkapnya.
Aspek produksi lainnya adalah bahwa untuk mendapatkan satu kilo mereka harus membersihkan, menderes, membuat lubang keluarnya getah kemenyan, bahwa harus dilakukan dengan memanjat sekitar 10 pohon/hari, hasilnya baru bisa dipanen 6 bulan kemudian.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu MPLS: Ini Pengertian, Tujuan hingga Jenis Kegiatan
Ada bulan-bulan tertentu yang tidak stabil produksinya, menjadi tantangan bagi petaninya. Untuk mendapatkan 1 kg mereka harus 10 kali manjat berapa meter dan mereka harus tinggal di hutan beberapa hari.
Berita Terkait
-
Pertamina Pastikan Kesiapan Stok BBM, LPG dan Jargas di Sumatera Utara Jelang Lebaran
-
9 Rekomendasi Wisata di Danau Toba, 'Surga' Tersembunyi yang Menarik Dijelajahi
-
8 Rekomendasi Tempat Wisata di Sumut untuk Libur Lebaran 2025, Lengkap dengan Tiket Masuknya
-
Air Terjun Tarunggang, Pesona Wisata Alam di Deli Serdang
-
Tapanuli Utara Diguncang Gempa Selasa Pagi, BMKG Ungkap Penyebabnya!
Tag
Terpopuler
- Mudik Lebaran Berujung Petaka, Honda BR-V Terbakar Gara-Gara Ulang Iseng Bocah
- Persija Jakarta: Kalau Transfer Fee Oke, Rizky Ridho Mau Ya Silahkan
- 3 Pemain Liga Inggris yang Bisa Dinaturalisasi Timnas Indonesia untuk Lawan China dan Jepang
- Pemain Kelahiran Jakarta Ini Musim Depan Jadi Lawan Kevin Diks di Bundesliga?
- Infinix Hot 50 vs Redmi 13: Sama-sama Sejutaan Tapi Beda Performa Begini
Pilihan
-
Mees Hilgers Dituduh Pura-pura Cedera, Pengamat Pasang Badan
-
Anthony Elanga, Sang Mantan Hancurkan Manchester United
-
BREAKING NEWS! Daftar 23 Pemain Timnas Indonesia U-17 di Piala Asia U-17 2025
-
Terungkap! MisteriHilangnya Oksigen di Stadion GBK Saat Timnas Indonesia vs Bahrain
-
Tolak Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Ini Bakal Setim dengan Cristiano Ronaldo
Terkini
-
Aceh Diguncang 46 Kali Gempa Susulan
-
Angka Kecelakaan Lalu Lintas di Sumut Turun 68 Persen
-
Bobby Nasution Imbau Warga Berhati-hati saat Berwisata: yang Punya Anak, Diperhatikan, Dijaga
-
Lebaran at The Kaldera, BPODT Hadirkan Atraksi Wisata Seru di Danau Toba
-
Tinjau Kapal Penyeberangan di Danau Toba, Bobby Nasution Temukan Kapal Tak Miliki Izin