SuaraSumut.id - Perubahan adalah hal yang wajar terjadi, termasuk dalam dunia pekerjaan. Namun, tidak semua orang bisa menghadapi perubahan dengan baik, lalu menjadi stres.
Menurut psikolog klinis Analisa Widyaningrum mengatakan, perubahan dapat dinavigasi dengan cerdas secara emosi. Kemampuan untuk mengolah emosi inilah yang dapat membantu seseorang melewati segala tantangan yang dihadapi dalam pekerjaan.
"Mengolah hati dan perasaan memang bukan perkara mudah. Banyak hal yang tidak bisa dikendalikan yang dapat membuat seseorang tidak nyaman terhadap perubahan, namun bukan berarti membuat seseorang tersebut tidak kompeten. Penting bagi kita untuk memahami level kecerdasan emosi supaya kita bisa mengontrol perasaan dengan lebih baik," kata Analisa melansir Antara, Selasa (9/1/2024).
Menurut Analisa, kecerdasan emosi sangat penting dalam dunia kerja karena dapat meningkatkan kolaborasi. Dengan memiliki kecerdasan ini, karyawan mampu mengelola stres, tangguh menghadapi tantangan dan mengatasi ketidakpastian secara efisien.
Sehingga kinerja menjadi lebih produktif, pencapaian target meningkat, dan bisa berkontribusi positif terhadap budaya perusahaan.
"Level kecerdasan emosi seseorang dapat terasa saat bekerja bersama orang tersebut. Bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya tinggi, kita akan merasa lebih nyaman, tenang dan percaya diri," ujarnya.
Kompetensi personal yaitu mampu memahami emosi yang dimiliki atau self-awareness dan mampu mengendalikannya dalam situasi sulit serta tetap profesional saat bekerja atau self-management.
Orang yang memiliki pemahaman emosi yang baik, dapat mengelola perasaannya untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan kekhawatiran. Dia bisa menerima perubahan dengan cepat dan memikirkan langkah ke depan.
Kemudian memiliki kompetensi sosial yaitu mampu memahami perasaan orang lain dan memiliki keterampilan mengelola hubungan dan membangun dinamika tim yang efektif.
"Sebaliknya jika kita bekerja dengan orang yang level kecerdasan emosinya rendah, kita juga akan ikut terbawa merasakan sesuatu yang tidak nyaman, malas, bahkan cemas karena orang tersebut memancarkan aura serta emosi yang negatif," ungkap Analisa.
Saat emotional brain seseorang merasakan sesuatu yang cukup dalam, maka rational brain yang membalikkan keadaan dan membawanya kembali ke dunia nyata.
Sehingga meskipun dia sedang merasa sedih, tidak nyaman, kecewa, dia tetap bangkit dan melanjutkan hidup.
Pada saat mengalami perubahan, seseorang boleh merasa tidak nyaman, panik, sedih, kecewa, tetapi tidak perlu berlarut-larut. Semua orang yang mengalami perubahan dan mengalami hal yang tidak menyenangkan pasti akan mengalami syok, namun jika mereka memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, maka bisa mengendalikan emosi tersebut dengan bijak.
Kiat meregulasi perasaan
Kecerdasan emosi adalah sesuatu yang bisa dilatih dan distimulus dengan regulasi diri. Dia pun memberikan kiat untuk meregulasi perasaan sehari-hari agar orang-orang dapat menerima dan merangkul perubahan dengan baik:
Pertama, saat menghadapi sesuatu, amati dulu apa yang terjadi.
Kedua, kenali emosi yang hadir, apakah marah, sedih, atau kecewa. Asah diri untuk melakukan rutinitas sederhana supaya kita bisa terkoneksi dengan emosi tersebut, misalnya tulis segala perasaan di notes atau cerita ke orang yang tepat. Hal ini dapat membuat seseorang sadar emosi apa yang sedang hadir dalam dirinya.
Ketiga, terima dan kelola emosi tersebut dengan menerapkan mindfulness atau kesadaran penuh dan melakukan respons delay. Sebelum meluapkannya, hitung mundur 10 detik untuk memikirkan dengan matang apakah respons yang akan diberikan itu benar. Perlukah marah-marah? Menangis dan lainnya.
Keempat, cobalah untuk membuka pandangan lebih jauh lagi dan lakukan reframe. Pahami bahwa ini adalah tantangan yang harus dihadapi. Semua orang bisa mengalami hal yang sama.
Seseorang bisa memosisikan diri sebagai orang lain yang juga ikut merasakan perubahan. Inilah yang dapat membangun bonding dalam pekerjaan.
Kelima, ambil napas, ingat kembali tujuan jangka panjang sehingga apapun yang dihadapi, nantinya bisa mengatasinya dengan baik.
Berita Terkait
-
Pilihan Hemat nan Bijak! 4 Jenis Barang yang Aman Dibeli Preloved
-
Mulas Saat Hamil? Bisa Jadi Ini Beragam Penyebabnya
-
Psikolog UGM Bagikan Cara Mengurangi Dampak Negatif Stres
-
Ungkap Keinginan Jadi Psikolog, Sarwendah: Banyak Orang Butuh Teman Cerita
-
Stop Abaikan si Kecil, Kenali Penyebab Pentil Ban Motor Harus Segera Diganti
Terpopuler
- Keponakan Megawati jadi Tersangka Kasus Judol Komdigi, PDIP: Kasus Alwin Jabarti Kiemas Contoh Nyata Politisasi Hukum
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Hukum Tiup Lilin Dalam Islam, Teganya Geni Faruk Langsung Padamkan Lilin Ultah saat Akan Ditiup Ameena
- Kevin Diks: Itu Adalah Ide yang Buruk...
- Sebut Jakarta Bakal Kembali Dipimpin PDIP, Rocky Gerung: Jokowi Dibuat Tak Berdaya
Pilihan
-
Harga MinyaKita Mahal, Mendag "Lip Service" Bakal Turunkan
-
Mahasiswa Universitas Lampung Ajak Warga Gotong Royong Peduli Lingkungan
-
Jangan Lewatkan! Amalan Malam Jumat untuk Perlindungan dari Fitnah Dajjal
-
Setelah Pilkada, Harga Emas Antam Meroket Jadi Rp1.513.000/Gram
-
Mempelajari Efektivitas Template Braille pada Pesta Demokrasi
Terkini
-
110 TPS di Sumut Gelar Pemungutan Suara Susulan Akibat Banjir
-
Edy-Hasan Keok di TPS Bobby Nasution, Ini Hasilnya
-
Hasil Pilgub Sumut 2024: Edy Rahmayadi Unggul di TPS Kediamannya
-
Tim SAR Brimob Polda Sumut Evakuasi Warga Terjebak Banjir di Medan
-
5 Warga Diduga Terlibat Politik Uang di Pilkada Banda Aceh 2024 Ditangkap