SuaraSumut.id - Sebuah studi menunjukkan bahwa gangguan dismorfik tubuh (BDD) memiliki dampak signifikan pada anak perempuan, terutama remaja, dengan potensi enam kali lebih sering dialami oleh mereka.
Gangguan dismorfik adalah kondisi di mana seseorang merasa ada kekurangan pada fisiknya dan memikirkan hal tersebut secara berlebihan.
Profesor Psikolog dari Universitas College London Georgina Krebs mengatakan gejala BDD dapat berupa pemikiran berlebihan tentang kekurangan fisik yang tidak signifikan bagi orang lain.
Kemudian sering memeriksa penampilan di cermin, merasa malu atau jijik pada tubuh sendiri, dan merasa takut akan penilaian orang lain.
Gejala lainnya adalah timbul rasa memerlukan prosedur medis berulang, seperti bedah kosmetik, untuk memperbaiki kekurangannya hingga pikiran untuk menyakiti diri sendiri.
Penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti. Tapi para ahli percaya bahwa faktor-faktor seperti genetika, struktur otak, pengaruh budaya, dan riwayat pengalaman masa kecil yang buruk termasuk pelecehan, penelantaran, atau intimidasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi itu.
"Orang-orang muda dengan BDD cenderung tidak secara spontan mengungkapkan gejala-gejala mereka kecuali jika ditanya secara langsung, maka sangat penting bagi dokter untuk menggunakan alat skrining BDD dan bertanya langsung kepada orang-orang muda tentang masalah penampilan mereka," katanya melansir Antara, Senin (1/4/2024).
Melalui studi terbarunya ia menganalisis data lebih dari 7.600 anak-anak dan remaja yang menjadi bagian dari survei kesehatan di Inggris.
Survei mencakup pertanyaan mengenai apakah anak tersebut pernah mengalami kekhawatiran tentang penampilannya. Responden yang menjawab sedikit atau banyak menjalani pemeriksaan tambahan untuk gangguan dismorfik tubuh.
Hasil yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menunjukkan bahwa gangguan dismorfik tubuh mempengaruhi 1,8 persen anak perempuan dibandingkan 0,3 persen anak laki-laki.
Para peneliti juga menemukan bahwa sekitar 70 persen anak-anak dengan BDD juga mengalami gangguan psikologis lain seperti kecemasan dan depresi. Sementara sekitar 42 persen dari mereka melaporkan tindakan menyakiti diri atau upaya bunuh diri.
Dengan demikian, meningkatkan kesadaran tentang BDD, meningkatkan praktik skrining, dan mengurangi hambatan terhadap pengobatan berbasis bukti penting untuk membantu anak-anak dan remaja yang menderita kondisi ini.
Berita Terkait
-
Dari Makan Cepat hingga Larut Malam: 5 Kebiasaan Makan yang Perlu Dihindari
-
Laporan Global 2025: Polusi Udara Berkontribusi pada 7,9 Juta Kematian di Seluruh Dunia
-
8 Manfaat Bangun Pagi untuk Kesehatan Mental, Produktivitas, dan Fokus Harian
-
Lebih dari Sekadar Boikot: Bagaimana Cancel Culture Membentuk Iklim Sosial
-
Lelah Bertemu Orang? Kenali 5 Sinyal Anda Perlu Jeda Sosial
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Cara Alami dan Efektif Mengusir Lalat di Ruang Terbuka
-
Cara Membuat Pengharum Ruangan dari Molto, Praktis, Wangi Tahan Lama, Hemat Biaya
-
Daftar Cushion Lokal Murah yang Kualitasnya Bikin Terkejut
-
Eks Kades di Bireun Aceh Diduga Terlibat Korupsi Dana Desa Ditahan
-
Antisipasi Lonjakan Trafik Lebih dari 27 Persen, Ini Strategi Indosat Sumatra