Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Selasa, 23 April 2024 | 23:26 WIB
BNN menggelar workshop di Medan, terkait maraknya peredaran narkoba. [Suara.com/M.Aribowo]

SuaraSumut.id - Workshop Indonesia Bersinar yang digelar di Medan menjadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum di Sumatera Utara (Sumut), atas maraknya peredaran narkoba.

Sejak tahun 2019 silam, Sumut menduduki peringkat pertama penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat ada lebih dari 1,5 juta orang di Sumut.

Namun hingga empat tahun setelahnya kondisi ini tak kunjung mereda, bahkan semakin merajalela dan menyengsarakan masyarakat di Sumut.

Deputi Pencegahan BNN RI Richard Nainggolan mengatakan workshop ini digelar untuk membahas terkait masalah narkoba yang sangat tinggi di Sumut.

"Dari Sumut kita tuntaskan masalah narkoba," katanya, Selasa (23/4/2024).

Richard mengatakan permasalahan narkoba tidak lepas dari hukum pasar yang berkaitan pasokan dan permintaan. Pebisnis narkoba akan tetap berusaha untuk mempertahankan pasarnya atau konsumen.

Bahkan, Presiden Joko Widodo pun telah menyatakan pada tahun 2015 bahwa Indonesia darurat narkoba.

"Narkoba termasuk merupakan kejahatan luar biasa, selain korupsi dan terorisme," ujarnya.

BNN pun mendorong stakeholder di Sumut untuk bersama memerangi narkoba mulai dari pencegahan, pemberantasan hingga rehabilitasi.

Mental Aparat Perlu Diperbaiki

Sekretaris Ganas Annar MUI Sumut Dr H Arifinsyah memberikan kritik menohok buat aparat penegak hukum baik polisi, jaksa, hingga petugas lapas.

"Kayaknya Sumut ini lumbung nestapa dunia modern, kalau dipertanyakan masyarakat Sumut relijius yes, Islam masuk pun baru dari Barus, ulama-ulama besar pun Sumatera Utara banyak," ucapnya.

Arifin mengatakan para tokoh agama di Sumut sudah acap kali menasehati masyarakat terkait narkoba. Ia pun menyinggung aparat hukum yang tidak bersahabat.

"Pointer saya sebagai Majelis Ulama, kami ini diminta atau tidak diminta sudah memberi nasihat tentang narkoba paling bawah, tapi aparat tidak bersahabat," ungkapnya.

Arifinsyah membeberkan kalau narkoba bukan lagi menjadi bahaya laten tapi sudah menjadi ancaman nyata dan begitu terbuka.

"Kami tidak setuju kalau narkoba disebut bahaya laten, gak laten lagi, udah terbuka," cetusnya.

Mirisnya lagi, para bandar narkoba tetap bisa mengendalikan barang haram ini dari balik Lapas yang ada di Sumut.

"Kalau mau jujur bapak mana mungkin narkoba masuk, pakai handphone tanpa pintu di pintu itu aparat bapak, ada apa?" jelasnya.

Dirinya mengungkapkan adanya dugaan kalau oknum aparat penegak hukum menikmati carut marut narkoba di Sumut.

"Ulama dan tokoh agama sepakat narkoba itu haram total, tapi aparat banyak juga menjadikan itu alat bisnis," katanya.

"Apa yang perlu diperbaiki menurut majelis ulama, mental aparat perlu diperbaiki. Bukan masyarakat bawah lagi main narkoba, pemimipin-pemimpinnya," sambungnya.

Tanggapan Kapolda Sumut

Kapolda Sumut Irjen Agung Imam Setya Effendi menanggapi terkait dengan adanya oknum aparat terlibat narkoba.

"Polisi harus bersih dulu dari narkoba, maka kita ada langkah-langkah konkret untuk penegakan hukum," jawabnya.

Pihaknya bersama BNN dan seluruh stakeholder di Sumut sudah menjalankan langkah-langkah pemberantasan narkoba.

"Kemudian dipastikan bahwa penanganan narkoba tidak boleh menyimpang, tentunya kami bersama Pangdam sudah komit bagaimana penanganan narkoba ini secara tuntas," katanya.

"Internal harus menjadi prioritas karena kita sedang memembangun bagaimana kita sedang memisahkan antara bandar, antara pengedar, kami adalah minyak mereka adalah air, seperti minyak dan air kita pisahkan," sambungnya.

Namun, Agung enggan menjawab soal berapa jumlah oknum polisi yang terlibat narkoba di Sumut dan seperti apa penindakannya.

"Terima kasih saya rasa ada datanya," katanya singkat.

Disinggung adanya oknum personel Polrestabes Medan, Briptu S yang ditangkap terkait peredaran narkoba baru-baru ini, Agung membenarkannya.

Ia mengatakan Briptu S sudah meninggal karena sakit di dalam tahanan.

"Dia mengidap diabetes, dia dalam tahanan, kemudian ada serangan jantung. Karena kita tahu diabetes itu ada penggumpalan darah dan sebagainya, dia meninggal," tukasnya.

Kontributor : M. Aribowo

Load More