Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Sabtu, 24 Agustus 2024 | 13:45 WIB
PN Medan [digtara.com/goklas wisely]

SuaraSumut.id - Mantan Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sumut Bambang Pardede mengajukan permohonan praperadilan (prapid) ke Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Gugatan ini berkaitan dengan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi peningkatan kapasitas jalan provinsi Parsoburan-Batas Labuhan Batu Utara, Kabupaten Tobasa, pada tahun 2021.

Permohonan gugatan itu didaftarkan pada Jumat 23 Agustus 2024, dengan nomor perkara 49/Pid.Pra/2024/PN Mdn.

"Pemohon atas nama Ir Bambang Pardede, dengan Termohon Jaksa Agung RI Cq Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara," kata Juru Bicara PN Medan M. Nazir, melansir Antara, Sabtu (24/8/2024).

Sidang perdana dijadwalkan pada Senin 2 September 2024, pukul 10.00 WIB di ruang sidang Cakra V PN Medan.

Terpisah, Bambang Pardede melalui kuasa hukumnya Raden Nuh mengatakan penetapan kliennya sebagai tersangka dan penahanannya oleh Kejati Sumut tidak sesuai dengan ketentuan, khususnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Sehingga, kata Raden, penetapan tersangka dan penahanan Bambang Pardede tidaklah sah dan merupakan sebuah kesewenang-wenangan.

"Bahwa dikarenakan penetapan sebagai tersangka tindak pidana korupsi sebagaimana dalam surat penetapan tersangka dan perintah penahanan yang tidak sesuai ketentuan undang-undang, maka hal itu mengandung cacat yuridis atau tidak sah, dan merupakan suatu kesewenang-wenangan juga pelanggaran terhadap hak asasi manusia," ucapnya.

Selain itu, hal lain yang memperkuat bahwasanya penetapan tersangka Bambang tidaklah sah berdasarkan dari tidak adanya ditemukan kerugian negara berdasarkan perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Hal ini berangkat dari terkait tentang penghitungan dan penetapan kerugian keuangan atau kerugian perekonomian negara adalah merupakan kewenangan dari BPK RI sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara," cetusnya.

Kemudian, pada Pasal 14 Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang pemeriksaan investigatif, penghitungan kerugian negara/daerah dan pemberian keterangan ahli, ialah penghitungan kerugian negara/daerah dilakukan oleh BPK dalam proses penyidikan suatu tindak pidana oleh instansi yang berwenang.

Surat penetapan tersangka Nomor: TAP-09/L.2/Fd.2/07/ 2024 tanggal 22 Juli 2024, yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Kejati Sumut tidak tercantum mengenai laporan hasil pemeriksaan investigatif BPK atau penghitungan kerugian negara oleh BPK dalam proses penyidikan yang menjadi dasar pemeriksaan dalam perkara dugaan korupsi dan sebagai dasar penetapan tersangka.

"Sehingga hal tersebut merupakan dasar dari Bambang Pardede melakukan praperadilan atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya. Pada petitum praperadilannya, Bambang Pardede melalui kuasa hukumnya meminta agar menyatakan surat penetapan tersangka Bambang Pardede tidaklah sah," jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan semua proses yang dilakukan tim penyidik Pidsus telah sesuai prosedur.

"Tidak benar seperti itu. Untuk semua proses yang dilakukan tim penyidik telah sesuai dengan sop dan semua terukur. Jadi tidak ada kesalahan apapun untuk ini," ucapnya.

Yos mengatakan bahwa penetapan dan penahanan merupakan kewenangan penyidik. Jadi terlalu jauh dibahas hal tersebut.

Sebelumnya penyidik telah menemukan dua alat bukti. Soal praperadilan tentunya sah-sah saja karena itu hak tersangka.

"Perlu disampaikan bahwa di persidangan akan disampaikan semua fakta alat bukti oleh tim jaksa penuntut umum," kata Yos.

Load More