SuaraSumut.id - Ekosistem Batang Toru memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan harus dilindungi. Di kawasan itu saat ini terdapat industri besar yang diduga dapat mengancam keberlangsungan fungsi ekologisnya. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi kolektif untuk menjaganya.
Hal ini terungkap dalam diskusi awal tahun, Refleksi Penyelamatan Kawasan Ekosistem Batang Toru di Medan, kemarin. Direktur Green Justice Indonesia, Panut Hadisiswoyo mengatakan, kawasan ini menjadi perhatian global. Sebab, tidak hanya menjadi harapan terakhir bagi keanekaragaman hayati, termasuk orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) yang populasinya diperkirakan kurang dari 800 individu.
"Ekosistem Batang Toru menjadi daya tarik dengan berbagai isu ada investasi di sana, ada lanskap yang memang menjadi harapan terakhir untuk biodiversity yang tersisa, ada orangutan Tapanuli, spesies gibbon Ada jenis-jenis primata lainnya," katanya.
Panut menyoroti dinamika yang terjadi di kawasan ini berdasarkan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk menganalisis kenampakan vegetasi tumbuhan/tanaman, membandingkan tingkat kehijauan memetakan kerapatan vegetasi.
"Secara keseluruhan ekosistem yang terpisahkan dari Batang Toru ini sebenarnya seluas 240 ribu sekian karena mencakup APL dan wilayah-wilayah lain. Kemudian terfragmentasi 3 bagian dan mungkin akan ada fragmentasi berikutnya karena ada rencana (pembangunan) jalan," ujarnya.
Metode ini bukan melihat laju deforestasi tetapi membandingkan perbedaan vegetasi di lanskap ini pada tahun 2013 dengan 2023. Menurutnya, jika dilihat secara keseluruhan terdapat peningkatan vegetasi. Di tahun 2013, vegetasi sedang-tinggi seluas 204.311 hektar menjadi 220.753 hektar di tahun 2023.
Untuk vegetasi sangat rendah mengalami penurunan di tahun 2013 seluas 3.336 hektare menjadi 3.147 hektare di tahun 2023. Hal tersebut karena telah dilakukan penanaman kembali sehingga secara vegetasi dinilai sudah mulai tinggi. Kemudian, di beberapa tempat ada penanaman oleh Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) yang menyuplai kebutuhan kayu eucalyptus.
"Jika kita lihat disini keseluruhan di tahun 2013 ada daerah yang sangat terbuka vegetasi atau non-vegetasi sekitar 426 hektare tetapi, di tahun 2023 ada peningkatan pembukaan itu menjadi 665 hektare. Pertama di 2013 Ini adalah konsesi Agincourt kemudian di tahun 2023 kita lihat ada memang peningkatan," ujarnya.
Panut menunjuk titik Sungai Batang Toru pada analisis NDVI tahun 2013 belum ada pembukaan, namun kemudian terjadi fragmentasi sepanjang sungai tersebut di analisis NDVI tahun 2023.
"Di sini juga merupakan areal PLTA sehingga memang tersentral pembukaan atau hilangnya vegetasi itu di dua tempat itu saja yang secara signifikan terjadi," ungkapnya.
Hasil analisis vegetasi ini untuk menjadi perhatian karena di ekosistem seluas 240.000 hektare yang juga mencakup hutan lindung dan areal penggunaan lain ini juga mendapat tekanan dari aktivitas manusia, konversi untuk pertanian, pertambangan/industri ekstraktif, PLTA, penebangan kayu, membuat tantangan konservasi semakin kompleks.
Dibutuhkan kolaborasi dari berbagai civil society organization (CSO) yang bekerja di blok/koridor barat, timur dan selatan, masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Perlu ada penguatan ekonomi hijau, begitu juga dengan berbagai lembaga lokal misalnya dengan masyarakat adat.
Sejak tahun 2022, pihaknya mendampingi masyarakat adat di sejumlah titik di Tapanuli Utara. Salah satunya di Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu. Pada Agustus 2024, masyarakat Simardangiang mendapatkan pengakuan atas 2.917 hektare hutan adat dari KLHK RI dengan nomor Surat Keputusan (SK) Nomor 6056/2024, tertanggal 15 Maret 2024 .
Sebelumnya, mereka juga menerima SK Bupati Tapanuli Utara Nomor 457/2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat seluas 5.797 hektar. Dari 2.917 hektar itu, 513 hektar di antaranya berfungsi sebagai hutan produksi.
"Artinya itu salah satu sistem yang bisa kita angkat Untuk mempertahankan lanskap Batang Toru. Hutan adat sebagai pengelolaan wilayah yang berkelanjutan itu menjadi salah satu intervensi yang menjadi fokus pekerjaan dari teman-teman di sana bersama dengan masyarakat adat di sana," jelasnya.
Berita Terkait
-
Disidak Menteri LH Buntut Banjir, 3 Perusahaan Raksasa Ini Wajib Setop Operasi di Batang Toru
-
Menteri LH Setop Aktivitas Perusahaan Tambang, Sawit dan PLTA di Batang Toru!
-
Mengawal Tata Ruang Sumut demi Menjaga Keutuhan Ekosistem Batang Toru
-
Hati Ivan Gunawan Tergerak, Salurkan Rp150 Juta untuk Korban Banjir Sumatera Lewat Mandjha Hijab
-
Krisis BBM Meluas di Tapanuli Akibat Bencana Banjir Sumatera
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Telkomsel Percepat Pemulihan Jaringan di Takengon untuk Dukung Penyaluran Bantuan
-
Angka Korban Hilang Turun Jadi 160 Jiwa, Tapanuli Tengah Masih Ground Zero Pencarian
-
Pertamina Percepat Pemulihan Layanan Energi di Aceh, Sumut, dan Sumbar
-
Gerindra Sumut-Yayasan Hati Emas Indonesia Kirim 10 Ton Bantuan Sembako ke Tapteng
-
Kades di Taput Tersangka Korupsi Dana Desa Ditahan