Suhardiman
Sabtu, 26 April 2025 | 16:53 WIB
Pelaku pencabulan saat diamankan pihak kepolisian. [dok Polres Labusel]

SuaraSumut.id - Polres Labuhanbatu Selatan (Labusel) menangkap seorang pria berinisial AAS (35) karena mencabuli tiga anak di bawah umur hingga satu di antaranya hamil. Pelaku AAS tersebut melancarkan aksinya dengan mengiming-ngimingi bakal menikahi korban.

"Korbannya remaja perempuan di bawah umur. Modusnya berjanji akan menikahi setiap korbannya," kata Kasat Reskrim polres Labusel AKP Endang R Ginting, Sabtu (26/4/2025).

Endang mengatakan ketiga korbannya adalah B (19), Q (17), dan T (16). Perbuatan itu terungkap setelah warga menggerebek rumah pelaku di Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara, pada Senin 21 April 2025 sekirat pukul 03.00 WIB.

Saat itu korban B ditemukan hanya berdua dengan pelaku di dalam kamar. Sedangkan istri pelaku tidak berada di rumah.

Warga kemudian membawa keduanya ke Mapolres Labuhanbatu untuk diminta keterangan. Kepada polisi korban mengaku telah disetubuhi pelaku berkali-kali sejak 14 Juni 2023.

Persetubuhan pertama kali dilakukan di Kecamatan Silangkitang. Ironisnya, salah seorang korban sampai hamil atas perbuatan pelaku.

"Saat persetubuhan pertama kali korban berusia 17 tahun. Saat ini korban dalam kondisi hamil. Dari hasil tes, usia kandungan korban 12 Minggu," ujarnya.

Peristiwa tersebut telah dilaporkan ke Polres Labusel. Petugas pun menyelidiki kasus ini.

"Sesuai keterangan saksi dan pelaku, ada tiga korban yang dicabulinya," ungkapnya.

Saat ini pelaku AAS telah ditahan di Polres Labusel untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelaku dijerat dengan Pasal 81 ayat (2) dan atau Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia tentang tindak pidana kekerasan seksual.

"Ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, denda paling banyak Rp 5 miliar, atau pidana penjara paling lama 12 tahun serta denda paling banyak Rp 300 juta rupiah," katanya.

Polres Labusel mengingatkan kepada para orang tua untuk selalu menjaga dan memperhatikan anaknya agar tidak menjadi korban salah pergaulan.

"Tetaplah menjadi keluarga yang saling mengingatkan dan menjaga demi mewujudkan keluarga yang bahagia," katanya.

Kasus pencabulan di Sumatera Utara (Sumut) memang menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.
Pemerintah daerah dan kepolisian perlu meningkatkan pencegahan melalui edukasi tentang kekerasan seksual di sekolah dan komunitas.

Mencegah predator seks yang menyasar anak di bawah umur memerlukan kombinasi edukasi, pengawasan, dan langkah proaktif dari orang tua, sekolah, serta komunitas. Berikut adalah tips praktis dan efektif:

1. Edukasi Anak tentang Keamanan Pribadi

Ajarkan anak tentang batasan tubuh (body boundaries) dengan bahasa sederhana, misalnya, bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain.

Gunakan konsep "sentuhan baik" dan "sentuhan buruk" serta dorong anak untuk berkata "tidak" jika merasa tidak nyaman.

Ajarkan anak untuk melapor kepada orang tua atau orang dewasa terpercaya jika ada perilaku mencurigakan, tanpa takut dimarahi.

2. Bangun Komunikasi Terbuka

Ciptakan lingkungan di mana anak merasa aman berbicara tentang apa pun, termasuk pengalaman yang tidak nyaman.

Dengarkan tanpa menghakimi agar anak tidak ragu berbagi cerita. Tanyakan kegiatan harian mereka secara rutin untuk mendeteksi perubahan perilaku atau tanda-tanda masalah.

3. Awasi Interaksi Anak

Ketahui dengan siapa anak berinteraksi, baik di dunia nyata maupun online. Periksa lingkaran pertemanan, guru, pelatih, atau kerabat yang sering bersama anak.

Batasi waktu anak dengan orang dewasa yang tidak dikenal tanpa pengawasan, bahkan jika mereka tampak tepercaya.

Gunakan pengaturan privasi di media sosial dan aplikasi anak untuk mencegah kontak dengan orang asing.

4. Kenali Tanda Bahaya Predator

Waspadai orang dewasa yang terlalu sering memberikan perhatian khusus, hadiah, atau waktu berduaan dengan anak (grooming).

Perhatikan jika seseorang berusaha membangun hubungan rahasia dengan anak, seperti meminta anak menyimpan rahasia dari orang tua.

Predator sering menggunakan posisi kepercayaan (guru, pelatih, kerabat) untuk mendekati anak.

5. Pantau Aktivitas Online

Ajarkan anak tentang bahaya berbagi informasi pribadi atau foto di internet.

Gunakan perangkat lunak pengawasan (parental control) untuk memantau aktivitas online anak. Waspadai aplikasi atau game yang memungkinkan interaksi dengan orang asing.

6. Libatkan Komunitas dan Sekolah

Dorong sekolah untuk mengadakan program edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual bagi siswa dan guru.

Bentuk jaringan komunitas untuk saling mengawasi lingkungan, misalnya, melalui pos ronda atau grup warga. Pastikan lembaga pendidikan memiliki kebijakan ketat terkait interaksi guru-murid dan pelaporan kasus.

7. Kenali Tanda-Tanda pada Anak:

Perhatikan perubahan perilaku, seperti anak menjadi pendiam, takut, atau menunjukkan ketakutan terhadap orang tertentu.

Waspadai tanda fisik, seperti luka atau ketidaknyamanan di area pribadi, atau tanda emosional seperti kecemasan berlebih.

Jika ada indikasi pelecehan, laporkan ke polisi atau unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) setempat.

Di Indonesia, Anda juga bisa menghubungi lembaga seperti Komnas Perlindungan Anak atau hotline SAPA 129 untuk bantuan. Jangan menunda pelaporan karena predator sering berulang jika tidak dihentikan.

Kontributor : M. Aribowo

Load More