Suhardiman
Kamis, 29 Mei 2025 | 16:45 WIB
Eks Rektor UIN Sumut Dituntut 9 Tahun Penjara Kasus Korupsi BLU

SuaraSumut.id - Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut), Saidurrahman, dituntut sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi dana Badan Layanan Umum (BLU) tahun anggaran 2020.

Tuntutan disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut Desi Situmorang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, kemarin.

"Meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Saidurrahman dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda Rp 300 juta, subsider tiga bulan kurungan," katanya, melansir Antara.

Selain pidana pokok, terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 526 juta.

Apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa.

Jika tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana penjara selama empat tahun enam bulan.

Dalam perkara yang sama, JPU juga menuntut dua terdakwa lainnya masing-masing berkas terpisah, yakni terdakwa Sangkot Azhar Rambe selaku mantan Kepala Pusat Pengembangan Bisnis (Kapusbangnis) UIN Sumut, dituntut delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Terdakwa Sangkot juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 204 juta, dengan catatan telah mengembalikan Rp 81 juta.

Sehingga, sisa uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp 122 juta. Jika tidak dibayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka akan disita dan dilelang.

"Apabila tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," ujarnya.

Sementara itu, terdakwa Moncot Harahap selaku Bendahara Pengeluaran UIN Sumut, dituntut tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Namun, jaksa tidak membebankan uang pengganti kepada terdakwa Moncot karena dinilai tidak menikmati hasil korupsi.

JPU menilai perbuatan ketiga terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,7 miliar, sebagaimana dalam dakwaan primer.

"Perbuatan ketiga terdakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ucap Desi.

Setelah mendengarkan tuntutan JPU, Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda nota pembelaan atau pledoi dari para ketiga terdakwa.

"Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Rabu (4/6), dengan agenda nota pembelaan dari para terdakwa maupun penasehat hukumnya," kata Hakim As’ad Rahim.

Upaya pemberantasan korupsi adalah sebuah perjuangan kompleks yang membutuhkan pendekatan multi-faceted. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam upaya tersebut:

1. Pencegahan

Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam semua aspek pemerintahan dan bisnis, termasuk anggaran, pengadaan, dan perizinan. Menerapkan mekanisme akuntabilitas yang jelas bagi pejabat publik dan pelaku bisnis.

Sistem Pengendalian Internal yang Kuat: Membangun sistem pengendalian internal yang efektif di semua lembaga pemerintah dan perusahaan, termasuk audit internal yang independen dan pelaporan yang mudah diakses.

Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran publik tentang bahaya korupsi dan pentingnya integritas melalui pendidikan, kampanye publik, dan pelatihan etika.

Peningkatan Layanan Publik: Mempermudah dan mempercepat layanan publik untuk mengurangi peluang praktik suap dan pungutan liar.

Penggunaan Teknologi: Memanfaatkan teknologi untuk meminimalkan interaksi langsung antara petugas dan masyarakat, serta meningkatkan transparansi dan efisiensi. Contohnya, sistem e-government dan aplikasi pelaporan.

2. Penindakan

Penegakan Hukum yang Tegas: Menindak tegas pelaku korupsi tanpa pandang bulu, termasuk pejabat tinggi, pengusaha, dan masyarakat umum.

Independensi Lembaga Penegak Hukum: Memastikan lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian, dan kejaksaan memiliki independensi dan sumber daya yang cukup untuk melakukan penyelidikan dan penuntutan secara efektif.

Perlindungan Pelapor (Whistleblower): Memberikan perlindungan hukum dan dukungan kepada pelapor korupsi agar mereka berani mengungkap praktik korupsi.

Perampasan Aset: Menyita dan merampas aset hasil korupsi untuk mengembalikan kerugian negara dan memberikan efek jera.

Kerja Sama Internasional: Bekerja sama dengan negara lain untuk melacak dan mengembalikan aset hasil korupsi yang disembunyikan di luar negeri.

3. Perbaikan Sistem

Reformasi Birokrasi: Merampingkan birokrasi, mengurangi regulasi yang berlebihan, dan meningkatkan profesionalisme aparatur sipil negara (ASN).

Reformasi Politik: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pendanaan partai politik dan proses pemilihan umum.

Penguatan Masyarakat Sipil: Mendukung peran aktif masyarakat sipil dalam mengawasi kinerja pemerintah dan melaporkan dugaan korupsi.

Revisi Undang-Undang: Memperbarui undang-undang yang terkait dengan pemberantasan korupsi untuk memperkuat penegakan hukum dan mencegah celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku korupsi.

Evaluasi dan Monitoring: Melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap efektivitas program pemberantasan korupsi untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.

Tantangan dalam Pemberantasan Korupsi

Budaya Korupsi: Budaya permisif terhadap korupsi yang masih mengakar di masyarakat.

Intervensi Politik: Upaya intervensi politik yang dapat menghambat proses penegakan hukum.

Keterbatasan Sumber Daya: Keterbatasan sumber daya manusia, anggaran, dan teknologi yang dimiliki oleh lembaga penegak

Load More