Suhardiman
Rabu, 30 Juli 2025 | 16:12 WIB
Polisi memeriksa tumpukan karung beras diduga oplosan yang terpasang garis polisi. [Antara]

SuaraSumut.id - Polisi mengungkap praktik pengoplosan beras bermerek yang melibatkan oknum aparatur sipil negara (ASN) berinisial NA (40), warga Desa Ganti, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). NA ditangkap karena diduga mengoplos dan menjual beras oplosan ke sejumlah pasar di Kota Mataram.

Kabid Humas Polda NTB Kombes Mohammad Kholid mengatakan pengungkapan berawal dari laporan masyarakat yang merasa kualitas beras bermerek SPHP dan Beraskita di pasaran mulai diragukan.

"Menerima informasi itu tim Satgas Pangan langsung bergerak, dan hasilnya mengejutkan. Ternyata, beras-beras itu dioplos dengan menir, dikemas ulang dengan merek resmi seolah-olah produk Bulog. Ini jelas merugikan masyarakat," katanya melansir Antara, Rabu 30 Juli 2025.

Awalnya tim mengecek beberapa toko dan pasar seperti Pasar Pagutan dan Jempong, Kota Mataram.

Tim menemukan pada salah satu toko yang memiliki sembilan karung beras merek beras Medium yang tidak sesuai standar mutu.

Setelah ditelusuri, toko tersebut mengaku mendapatkan pasokan dari seorang sales berinisial RYR yang merupakan karyawan dari NA.

Tim lalu bergerak ke rumah sekaligus gudang milik NA di BTN Pemda Dasan Geres, Lombok Barat. Tim menemukan gudang mini berisi alat produksi, karung-karung kemasan ilegal, dan ribuan kilogram beras oplosan.

Dari hasil pemeriksaan, NA mengaku telah menjalankan bisnis ini selama 2 bulan, dan telah menjual sekitar 15 ton beras ke berbagai kios di Mataram.

"Modusnya sederhana namun merugikan, membeli beras bagus dan menir dari penggilingan di Lombok Tengah dan Lombok Barat, serta membeli beras jatah dari pengepul di Pasar Pagutan," ungkapnya.

Beras yang terbeli dicampur dengan rasio perbandingan tiga karung beras berkualitas baik dengan satu karung menir.

Hasil campuran kemudian dikemas ulang ke dalam kemasan merek SPHP, Beraskita, dan beras Medium dengan volume 5 kilogram. Penjualan dilakukan dengan sistem pemasaran "door to door" menggunakan kendaraan pikap.

"Keuntungan per kemasan 5 kilogram sekitar Rp 1.500 sampai Rp 2.000. Tapi harga yang dibayar masyarakat tidak sebanding dengan kualitas. Ini jelas penipuan dan sangat membahayakan kepercayaan publik terhadap program pangan nasional," jelasnya.

Petugas menyita 3.525 kilogram beras oplosan dalam berbagai kemasan, 4.277 lembar karung kemasan merek SPHP, Beraskita dan beras Medium.

Kemudian, 14.000 lembar kemasan kosong siap pakai, dan peralatan produksi seperti mesin blower, ayakan, mesin jahit kemasan, sekop, dan timbangan.

Atas perbuatan tersebut, NA diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Load More