SuaraSumut.id - Cuitan lama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD soal sebutan Habib viral lagi.
Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya juga dipanggil Habib ketika di Arab Saudi, padahal ia merupakan putra asli Madura.
Dalam cuitan yang diunggah pada tahun 2018 itu, Mahfud menerangkan bahwa tidak semua yang dipanggil dengan sebutan 'Habib' adalah keturunan Nabi.
"Banyak orang tak paham arti Habib. Habib itu sebutan hormat dan sayang kepada seseorang. Misal kepada Rektor, Menteri, Dirut PJKA. Tak semua yang dipanggil Habib keturunan Nabi. Keturunan Nabi sebutannya ada 2: 1) Syarif/Syarifah (jalur Hasan); 2) Sayyid/Sayyidah (jalur Husein)" cuit Mahfud MD dikutip Suara.com, Selasa (17/11/2020).
Baca Juga:Habib Rizeq Bikin Kerumunan, Mahfud MD: Aparat Tak Tegas Bisa Kena Sanksi!
Melanjutkan penjelasan soal sebutan Habib, Mahfud mengaku dirinya juga pernah dipanggil dengan sebutan habib ketika berada di Arab Saudi.
"Saya saja keturunan wong ndeso di Madura. Tapi kalau ke Saudi dan ketemu orang sering dipanggil Habib. Pernah pula mendapat surat dalam Bahasa Arab yang ditujukan kepada Alhabib Mahfud. Ada juga sih orang biasa yang memang memakai habib, misal, Jenderal Hasnan Habib dan Sdr. Habib Chirzin," ungkapnya.
Mengutip Nu.or.id, julukan habib bagi para keturunan Nabi Muhammad sendiri dijelaskan oleh Profesor Quraish Shihab.
Quraish Shihab menjelaskan bahwa sebutan Habib bermakna orang yang dicintai sekaligus mencintai.
Ia menegaskan, persoalan mendasar tentang sebutan Habib adalah akhlak. Ayah dari presenter Najwa Shihab ini juga menyebut bahwa tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut habib.
Baca Juga:Orang Sengaja Bikin Kerumunan Dibilang Pembunuh, Mahfud MD Sindir Rizieq?
Dari beberapa literatur, ada dua sebutan lain untuk para keturunan Nabi selain habib. Keturunan nabi dari Sayyidina Husein disebut sayyid, sementara keturunan dari Sayyidina Hasan disebut syarif.
Sementara sebutan habib sendiri harus memeuhi peryaratan komunitas dari organisasi pencatat keturunan Nabi yaitu Rabithat Alawiyah.
Pencatatan itu meliputi umur yang cukup, ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas, berhati-hati, serta bertakwa kepada Allah.