SuaraSumut.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sejak awal menentang berdirinya proyek pembangunan PLTA Batang Toru.
Walhi menilai pembangunan proyek tersebut menjadi ancaman nyata bagi kelestarian di rimba terakhir Sumatera Utara itu.
Walhi mengemukakan berbagai alasan mengapa PLTA Batang Toru sebagai proyek strategis nasional (PSN) ditentang. Selain hutan Batang Toru sebagai rimba terakhir Sumatera dengan berbagai habitat yang mendiaminya, wilayah tersebut merupakan jelajah spesies yang pailng terancam punah yakni Orangutan Tapanuli.
"Bendungan PLTA dibangun di area zona patahan Sumatera yang menjadi ancaman nyata bagi kabupaten di sekitar dan Sumatera Utara secara umum," kata Deputi I Walhi Sumatera Utara, Roi Lumban Gaol, saat ditemui di kantor Walhi Sumut beberapa waktu lalu.
Baca Juga:Kemenkumham Akui Sedang Periksa Kelengkapan Berkas Demokrat Kubu Moeldoko
Walhi sempat mengajukan gugatan hukum terhadap izin lingkungan yang diterbitkan. Namun, gugatan izin lingkungan PT NHSE Reg.No.110/G/LH/2018/PTUN-MDN ditolak oleh majelis hakim.
Pada 2019 Walhi mengajukan banding atas putusan PTUN Medan, dan kembali ditolak. Tahun yang sama Walhi mengajukan kasasi namun kembali ditolak.
Roi mengatakan, Walhi Sumut telah menerima surat pemberitahuan dari Mahkamah Agung (MA) bahwa permohonan PK atas putusan PTUN Medan telah teregistrasi.
"Dari MA suratnya sudah kita terima yang menyatakan bahwa pengajuan Pk Walhi sudah terdaftar dengan nomor registrasi Reg. No. 135 PK/TUN/LH/2020," ujarnya.
Dana Prima Tarigan, mantan Direktur Walhi Sumut menduga, ada pihak yang diuntungkan dalam proyek raksasa tersebut.
Jika hanya mendasari atas kebutuhan listrik di Sumatera Utara, PLTA Batang Toru bukan lah satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan listrik.
Baca Juga:Pembangunan Krakatau Park di Bakauheni Dimulai Tahun Ini
"Walhi memang mendorong energi terbarukan, tidak pernah menentang yang namanya Hydro Power Plan. Namun bukan proyek yang seperti ini. Kemudian yang kedua, setelah kita cek bahwa kebutuhan listrik itu tidak urgent-urgent amat," kata Dana.
Walhi meyakini proyek itu semata-mata hanya berorientasi pada investasi. Ketersediaan listrik hanya untuk menjamin kehadiran investor datang ke Sumatera Utara. Dalam hal ini yang paling paling dirugikan adalah masyarakat.
Dasar pemikiran penolakan terhadap proyek tersebut adalah kekhawatiran terhadap peristiwa jebolnya bendungan di beberapa negara, di Brazil misalnya.
"Jika itu jebol tentu siapa yang bertanggung jawab, mereka kah apa pemerintah lagi yang akan rugi? Karena sampai sekarang juga kita tidak pernah menerima informasi bahwa ada deseminasi soal risiko gempa atas pembangunan PLTA," tukasnya.
Kontributor : Muhlis