SuaraSumut.id - Ombudsman RI Perwakilan Aceh meminta kewenangan pertambangan dikembalikan kepada pemeintah kabupatan (pemkab). Hal ini seperti yang diatur Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh atau UUPA.
"Kami juga menyarankan Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten kota segera berkoordinasi terkait masalah ini," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Aceh Taqwaddin, dilansir dari Antara, Jumat (2/7/2021).
Sejak berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan batu bara dan mineral, maka kewenangan menjadi milik pemerintah provinsi. Di mana semua izin usaha pertambangan diterbitkan oleh gubernur.
Selain itu, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah juga menyebutkan semua kewenangan pertambangan ada di pemerintah provinsi. Padahal, menurut UUPA, kewenangan pertambangan tersebut ada pada pemerintah kabupaten kota.
Baca Juga:Gawat! Covid Menggila Serang Ratusan Ibu Hamil, Rata-rata Terpapar saat Mau Melahirkan
"Hasil kajian Ombudsman Aceh pada 2018, dampak faktual kewenangan ini menyebabkan prosedur pengurusan izin pertambangan semakin panjang dan mahal, sehingga semakin sedikit usaha pertambangan mineral bebatuan yang legal di kabupaten kota di Aceh," kata Taqwaddin.
Pengawasan dampak lingkungan terhadap usaha pertambangan juga semakin lemah. Sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan akibat usaha penambangan mineral bebatuan semakin parah.
Hal ini terjadi karena aparat pemerintah kabupaten tidak lagi melakukan pengawasan dengan alasan mereka tidak memiliki kewenangan karena kewenangan berada di pemerintah provinsi.
"Pemerintah kabupaten juga tidak memiliki dasar hukum melakukan pungutan. Padahal, pemerintah kabupaten yang menerima dampak negatif berupa potensi bencana akibat kerusakan lingkungan dari dampak usaha penambangan," tukasnya.
Baca Juga:Purwakarta Dikepung Zona Merah Daerah Tetangga, Karawang dan Bandung Barat