Pak Gubernur, Tolong Bantu Bocah 5 Tahun Kena Penyakit Kulit Aneh di Medan

Sekujur tubuh hingga kuku kaki bocah itu mengelupas. Penyakit itu ada sejak ia masih kecil.

Suhardiman
Kamis, 08 Juli 2021 | 11:36 WIB
Pak Gubernur, Tolong Bantu Bocah 5 Tahun Kena Penyakit Kulit Aneh di Medan
Kondisi Luqyana Syasya (5) yang mengalami penyakit aneh. [Ist]

SuaraSumut.id - Dedi Irawan, warga yang tinggal di Kecamatan Medan Labuhan, Kota Medan meminta bantuan dari Gubernur Sumu Edy Rahmayadi. Pasalnya, anaknya bernama Luqyana Syasya yang berusia lima tahun mengalami penyakit kulit aneh.

Sekujur tubuh hingga kuku kaki bocah itu mengelupas. Penyakit itu ada sejak ia masih kecil. Dimulai dengan munculnya bintik berair di beberapa bagian hingga menjalar ke seluruh tubuhnya. Dedy berharap gubernur dapat membantu anaknya untuk mendapat perawatan.

"Harapannya semoga anak saya bisa sembuh. Saya berharap Gubernur Edy membantu untuk penyembuhan Luqyana," kata Dedi, kepada SuaraSumut.id, Kamis (8/7/2021).

Dedi mengaku, kondisi anaknya kini semakin memprihatinkan. Tidak hanya badan yang terkelupas, kini penyakit itu mulai menyerang pada bagian dalam mulut.

Baca Juga:PPKM Darurat, Pengguna KRL Jogja-Solo Dibatasi 35 Persen dan Wajib Pakai Masker Ganda

"Kondisi anak saya sekarang makin memburuk, tidak hanya kulit yang mengelupas tapi sudah ke lidahnya juga. Bahkan giginya juga mulai patah dan membusuk," kata Dedi.

Dedi menceritakan, anaknya lahir di kampungnya di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Saat Luqyana baru lahir, keluarga menemukan luka kecil di kaki. Semula mereka mengira itu luka karena proses persalinan.

Selang beberapa hari mulai muncul bintik merah pada beberapa bagian tubuh anaknya. Dalam hitungan hari bintik merah itu mulai menjalar ke sekujur tubuh anaknya itu.

"Muncul bintik merah seperti bekas luka bakar gitu. Tapi belum semua badan itu, masih di beberapa aja seperti di kaki baru mulai muncul di badan. Hitungannya hanya beberapa hari saja itu," ungkapnya.

Dedy mengaku penyakit anaknya terbilang aneh. Jika sedang kambuh badannya basah oleh keringat, lalu menyebabkan gatal sehingga harus digaruk oleh sang anak. Dedi tak tega melihat penderitaan anaknya itu, apalagi mendengar tangisan Luqyana saat dimandikan.

Baca Juga:Profil Ardi Bakrie, Suami Nia Ramadhani yang Ditangkap Terkait Kasus Narkoba

"Kalau lagi kumat, basah semua badannya. Pas lagi kering ya kering. Efek obat itu nggak ada nampak gitu gatal, nggak tahu lah kita, mungkin imun dia di dalam lah, pas kering dikira sudah sembuh, naik lagi, timbul lagi (luka). Asal dimandiin dia nangis, karena perih itu sepertinya," ujar Dedi.

Dedi yang bekerja sebagai sopir pabrik di Medan mengajak keluarganya pindah dari Madina ke Medan, tepatnya di Kelurahan Tangkahan, Martubung, Pasar 5 Jalan Rawa 2, Lingkungan 4, Gang Sarino.

Alasannya agar sang anak bisa dirawat maksimal di Medan. Satu persatu rumah sakit mereka sambangi untuk menyembuhkan penyakit Luqyana. Dedi pernah membawa anaknya itu berobat ke RSUP H Adam Malik dan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (USU).

Dedi bahkan pernah membawa anaknya berobat di klinik spesialis kulit dan sempat lama menjalani pengobatan. Akan tetapi setiap tempat yang mereka datangi selalu memberikan diagnosa yang berbeda-beda, namun kondisi anaknya itu tak kunjung membaik.

"Yang lama kami berobat itu di klinik spesialis di Jalan Ringroad itu. Pihak klinik bilang itu auto imun, jadi imun dia sendiri yang jadi obatnya. Ada yang bilang genetik, ada juga katanya auto imun, terus ada juga dibilang ini keturunan," beber Dedi.

Diduga dampak Aktivitas Tambang Emas

Dedi mengaku beberapa hari ini ia sempat membaca berita tentang dua orang anak yang dijenguk oleh Gubernur Edy Rahmayadi lantaran penyakit yang dideritanya. Kebetulan kedua anak tersebut dari kabupaten yang sama dengannya.

Penyakit kedua bocah yang dijenguk oleh Gubsu Edy itu diduga dampak dari zat berbahaya Merkuri yang digunakan dalam aktifitas menambang emas di wilayah tersebut.

"Kalau yang saya baca di berita memang kondisinya sama bang dengan anak saya. Apalagi dalam berita itu diduga kan karena tambang itu, karena memang di daerah kami memang banyak yang begitu," kata Dedi.

Meski ada dugaan dampak dari zat berbahaya limbah aktivitas pertambangan, ia mengaku selama Luqyana dalam kandungan, dia dan istri tidak pernah bersentuhan langsung dengan aktifitas pertambangan itu. Pekerjaan tersebut pernah dilakoninya namun itu jauh sebelum ia berkeluarga.

Tidak ada gejala yang muncul saat Luqyana masih dalam kandungan, kondisi sang ibu sehat persis seperti saat mengandung anak pertamanya dan layaknya ibu hamil pada umumnya.

"Kondisinya waktu hamil itu sehat, gak ada gejala apa-apa. Kalau anak saya mulai ada tanda-tanda itu saat dia lahir. Di telapak kaki udah nampak mengelupas. Tapi kalau nambang (bekerja tambang) itu dulu sih waktu saya tamat sekolah, belum berkeluarga lah. Tapi anak pertama saya sehat-sehat aja kok," jelasnya.

Dedi mengakui bahwa aktifitas penambangan emas lazim beroperasi di wilayah mereka, baik yang dikelola oleh perusahaan maupun warga setempat, saban hari beroperasi.

Apalagi pemukiman warga di desa itu rata-rata mengikuti aliran sungai. Sehingga air sungai rusak dan tidak lagi digunakan warga.

"Rumah kami itu mengikuti jalur sungai. Sehingga diduga limbah pertambangan mengalir di sungai yang dahulunya menjadi sumber air bagi warga setempat," ungkapnya.

Setelah berulang kali berobat tidak ada perubahan, kini Dedi beralih ke pengobatan alternatif. Namaun dari pengobatan itu belum juga ada tanda-tanda kesembuhan, bahkan saat ini seluruh kuku kaki anaknya itu sudah mengelupas.

Kontributor : Muhlis

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini