Asal Mula Sepeda Motor Disebut Kereta di Medan

Salah satunya menggunakan kata 'kereta' untuk menyebutkan kendaraan roda dua sepeda motor, dan 'motor' untuk menyebut mobil.

Suhardiman
Jum'at, 15 Oktober 2021 | 15:05 WIB
Asal Mula Sepeda Motor Disebut Kereta di Medan
Pengendara kereta (sepeda motor) melintas di jalanan Medan. [Ist]

SuaraSumut.id - Masyarakat di Medan, Sumatera Utara (Sumut), memiliki bahasa pergaulan yang unik, berbeda dari bahasa baku di Indonesia.

Salah satu menggunakan kata 'kereta' untuk menyebutkan kendaraan roda dua sepeda motor, dan 'motor' untuk menyebut mobil.

Penyebutan kata kereta (sepeda motor) ini menimbulkan makna berbeda di daerah lain di Indonesia. Di Pulau Jawa, kereta berarti kereta api, dan motor merupakan sebutan untuk sepeda motor.

Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumut, Dr Maryanto mengtakan, bila menelisik alasan kata kereta untuk penyebutan sepeda motor di Medan, dipengaruhi oleh bahasa Melayu yang menjadi bahasa pergaulan sejak zaman kerajaan Melayu Deli.

Baca Juga:Piala Uber: Greysia / Apriyani Jadi Inspirasi Kemenangan Siti Fadia / Ribka

"Kereta ini semula bahasa Melayu, kereta itu untuk semua kendaraan yang tidak bermotor (ditarik hewan) pada masa dulu. Ini menunjukkan perkembangan bahasa Melayu lebih awal di Sumut, kita kenal bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan," katanya, kepada SuaraSumut.id, Jumat (15/10/2021).

Ia mengatakan, tingginya intensitas masyarakat di Sumut yang majemuk terutama di Medan menggunakan bahasa Melayu, membuat kata kereta tetap menjadi bahasa pergaulan hingga sekarang.

"Sejak dulu penggunaan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari terutama di Medan. Jadi sangat wajar menjadi varian bahasa Medan sekarang ini," ungkapnya.

Saat perkembangan bahasa Indonesia, sepeda motor memiliki kendaraan bermotor, namun kata kereta karena sudah lama digunakan tetap lestari.

"Kalau di dalam bahasa ragam pergaulan, ini diluar sistem pembakuan bahasa, jadi menunjukkan bahasa pergaulan di Sumatera Utara berkembang," tandasnya.

Baca Juga:Rumah Produksi Konten Hoax

C. Spat dalam bukunya Bahasa Melayu Tata Bahasa Selayang Pandang, menyebutkan bahasa Melayu adalah bahasa penduduk semenanjung Malaka, kepulauan Riau-Lingga, sebagian besar pesisir timur Sumatera, dan sebagian besar pesisir barat Kalimantan.

Penyebaran bahasa Melayu sampai jauh di luar batas kawasannya yang lama telah berlangsung pada waktu Malaka menjadi bandar yang ramai serta pusat agama Islam.

Raja Malaka yang ketiga, Sultan Muhammad Syah ( 1424-1445), masuk Islam dan penggantinya menjalankan politik perluasan daerah. Cucunya, Mansur Syah dan cicitnya, Riayat Syah (1477-1488), menguasai Selat Malaka dan dengan demikian menguasai jalur perdagangan dari India ke Cina.

Pada zaman itu banyak orang asing yang bermukim di Malaka: pedagang dari dunia Barat dan Timur, para pelaut Melayu pun berlayar sampai jauh dari tempat tinggalnya.

Pada tahun 1511 orang Portugis merebut kota Malaka. Pada saat itu bahasa Melayu di kawasan yang luas telah menjadi bahasa perdagangan di bandar-bandar.

Dengan sendirinya, karena pergaulan orang Melayu dengan orang-orang asing sepanjang masa, bahasa "katjauan" atau "katjoekan" yang juga dikenal dengan nama bahasa pekan atau bahasa pasar telah pula berpengaruh terhadap bahasa Melayu dalam wilayahnya sendiri.

Kata kereta sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Portugis. Kata-kata dari bahasa Barat pun kita temukan dalam bahasa Melayu, terutama dari bahasa Portugis diantaranya gerédja, tembakau, peloeroe, pita, dan keréta.

Kontributor : M. Aribowo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini