SuaraSumut.id - Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin menjadi sorotan publik setelah KPK menangkapnya atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa. Kehebohan kembali terjadi saat petugas yang melakukan penggeledahan di rumahnya menemukan kerangkeng manusia.
Sontak penemuan ruang serupa tahanan ini memunculkan dugaan adanya perbudakan modern, eksploitasi manusia yang terindikasi pelanggaran HAM. Tak berhenti sampai disitu, Terbit Rencana Angin juga kedapatan memelihara satwa dilindungi, seperti 1 ekor orang utan Sumatera, 1 ekor monyet hitam sulawesi, 1 elang brontok, 2 ekor jalak Bali, dan 2 ekor beo.
Khalayak dibuat terheran-heran dengan tindak-tanduk bupati yang dianggap mengerikan, bahkan banyak yang menghujatnya. Namun hal itu kontradiktif dengan apa yang dialami oleh masyarakat sekitar kediaman Terbir Rencana di Desa Raja Tengah Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat.
Bila orang lain menghujat Terbit Rencana, masyarakat sekitar malah melontarkan pujian bak dewa kepada Terbit.
Baca Juga:Iba Dengar Jeritan Jambret yang Tubuhnya Terbakar, Warga Padamkan Api di Tubuh Pelaku
"Bagus sekali, dia (Terbit) yang menolong saya, dia lebih dari dewa, lebih dari malaikat," kata salah seorang warga sekitar, Tulen Boru Sitepu (54), kepada SuaraSumut.id, Rabu (26/1/2022).
Tulen mengaku, bahwa Terbit Rencana telah menolong tiga orang anaknya bebas dari jerat narkoba.
"Anak saya ada tiga pakai sabu, sembuh di sini," ucapnya.
Tulen menunjukkan rasa menderita teramat dalam ketika ketiga anaknya terjerumus narkoba.
"Sampai gak mau sekolah, keluarga saya tidak mampu (membantu), malah menghina," ucapnya.
Baca Juga:Datangi Lokasi, Ratusan Warga Minta Pemerintah Legalkan Kerangkeng Manusia
Di tengah situasi tanpa harapan, munculah tempat rehabilitasi di areal rumah Bupati Langkat, tanpa biaya. Dirinya memasukkan ketiga anaknya kesana untuk sembuh dari pengaruh sabu.
"Sekarang sudah sembuh, sudah bekerja, ada yang jadi Satpol PP," kata Tulen.
Derita yang dialami Tulen dan keluarganya perlahan terbantu seiring dengan sembuhnya ketiga anaknya.
Dirinya begitu berterima kasih kepada Terbit Rencana. Tulen menjelaskan, Bupati Langkat juga perhatian dengan warga sekitar.
"Saya kena Covid-19 juga dibantu, diberi beras, diantar gak malu," imbuhnya.
"Mudah-mudahan bupati janganlah dihukum, kami kayak kehilangan. Setiap hari nampak kami senyum, eh Pak Bupati, pakai celana ponggol, pakai kaus, pakai selop, gak ada sombongnya, senyum semua masyarakatnya," sambungnya.
Hal senada juga disampaikan warga lainnya bernama Antoni Ginting (53). Dirinya mengaku tidak ada hal yang aneh selama anaknya Nanda Ginting (33) menjalani proses penyembuhan dari ketergantungan narkoba.
"Gak ada yang aneh-aneh di sini, gak ada masalah," katanya.
Seperti Tulen Boru Sitepu, pria ini juga merasakan penderitaan ketika anaknya kecanduan narkoba.
"Kemari (menjalani pengobatan rehabilitasi) dikasih tahu sama saudara," ucapnya.
Antoni yang saat itu sedang menemani anaknya asesmen BNNP Sumut mengaku, kini anaknya sudah tidak lagi ketergantungan narkoba.
"Sekarang dia kerja di pabrik sawit, gak digaji, tapi makan, dikasih, puding juga," ucapnya tak keberatan.
Dari penuturan warga sekitar, khususnya keluarga penghuni kerangkeng dapat ditarik kesimpulan jika mereka memuji bupati karena sudah membantu dari penderitaan ketergantungan narkoba.
Meski begitu BNNP Sumut menyebut, bahwa kerangkeng di rumah Terbit Rencana bukanlah tempat rehabilitasi.
Selain izinnya tidak ada, lokasi rehabilitasi yang lebih mirip penjara ini bahkan tidak layak untuk menjadi tempat rehabilitasi.
"Bukan tempat rehab itu," kata Kepala BNNP Brigjen Toga Habinsaran Panjaitan.
Belakangan muncul dugaan kalau tempat rehabilitasi itu hanya kedok semata, karena hampir semua penghuninya bekerja di pabrik sawit tanpa mendapat gaji. Polda Sumut dan Komnas HAM sedang melakukan penyelidikan untuk membuktikan ini.
Terkait dengan kerangkeng yang menjadi tempat rehabilitasi narkoba, Komnas HAM memberikan pandangan.
"Dalam pengalaman Komnas HAM tidak cukup orang berniat baik (membuka panti rehabilitasi). Tidak cukup orang berbuat baik. Tetapi berbuat baik harus dituntut dengan kualitas tindakan baiknya," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
Choirul menyampaikan, Komnas HAM datang langsung mengecek ke lokasi karena ingin memandang penemuan kerangkeng manusia itu dalam spektrum yang luas.
"Nah, kami dalam konteks kasus peristiwa ini mau melihatnya dalam spektrum yang luas. Apakah betul ini ada yang diadukan perbudakan modern atau tidak, atau betul ini pusat rehabilitasi misalnya yang dilakukan secara tradisional dan sebagainya itu kami akan cek," katanya.
Kontributor : M. Aribowo