SuaraSumut.id - Seekor harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) terjerat perangkap babi di Desa Marihat Raja, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Minggu 22 Oktober 2023.
Harimau ini terjerat perangkap babi yang dipasang warga di areal perkebunan sawit. Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut yang mendapat informasi turun ke lokasi untuk melakukan evakuasi.
"Di lokasi, memang benar petugas melihat langsung harimau dalam keadaan terjerat di pinggir lembah diantara kebun sawit," kata Kepala BBKSDA Sumut Rudianto Saragih Napitu ketika dikonfirmasi SuaraSumut.id, Selasa (23/10/2023).
Dirinya mengatakan proses evakuasi berlangsung pada Senin 23 Oktober 2023. Evakuasi dilakukan bersama dengan tim medis dari Forum Konservasi Leuser yang dipimpin drh. Anhar Lubis.
Baca Juga:Kurs Dekati Rp16.000 per Dolar AS, Menko Airlangga Sebut Rupiah Tidak Melemah
"Proses evakuasi berjalan dari pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB sampai akhirnya satwa berhasil dipindahkan ke kandang yang telah disediakan, dan segera mendapatkan tindakan medis pertama dari drh. Anhar Lubis," ucap Rudianto.
Melihat kondisi harimau yang lemah dan terluka akibat jerat sling di kakinya, tim memutuskan membawanya ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) untuk mendapatkan perawatan medis sebelum nantinya dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
Rudianto menyampaikan peristiwa terjeratnya harimau Sumatera di Kecamatan Dolok Panribuan bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya pada bulan Mei 2017, seekor harimau Sumatera juga terkena jerat di Desa Parmonangan, Kecamatan Dolok Panribuan.
Harimau yang kemudian diberi nama Monang, terkena jerat di kaki kanan depan dan saat ini menjadi penghuni BNWS.
"Jerat terus menjadi ancaman bagi keselamatan satwa liar, termasuk jenis yang dilindungi," katanya.
Baca Juga:Gegara Video Bermuatan Soal Megawati, Ade Armando Digugat Rp 200 Miliar Oleh Badan Hukum PDIP
Hentikan Pemasangan Jerat
Pihaknya mengimbau kepada warga agar menghentikan kegiatan pemasangan jerat karena perbuatan itu bertentangan dan melanggar ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hal ini sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menegaskan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
"Konsekwensi hukumnya terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a, menurut Pasal 40 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta," tegas Rudiantio.
Selain itu, melihat tingginya aktivitas pemasangan jerat oleh masyarakat serta
dampak yang ditimbulkan terhadap kelestarian satwa liar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Instruksi Nomor: INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tanggal 17 Juni 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar Atas Ancaman Penjeratan Dan Perburuan Liar Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan.
"Kita tentunya tidak ingin nasibnya sama seperti Harimau Bali (Panthera Tigris Balica) dan Harimau Jawa (Panthera Tigris Sondaica) yang sudah punah dari muka bumi Indonesia. Oleh karena itu, mari kita selamatkan Harimau Sumatera, hentikan pemakaian atau penggunaan jerat," katanya.
Kontributor : M. Aribowo