Berawal dari Chat Mesum, Oknum Guru di Nias Utara Ketahuan Cabuli Anak Tetangga

Polisi yang mendapat laporan kasus tersebut, kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Suhardiman
Rabu, 30 April 2025 | 22:26 WIB
Berawal dari Chat Mesum, Oknum Guru di Nias Utara Ketahuan Cabuli Anak Tetangga
Ilustrasi chat. [ChatGPT]

SuaraSumut.id - Berawal dari chat whatsapp yang berisi bahasa tidak senonoh atau mesum, seorang guru berinisial AZ (38) di Nias Utara, Sumatera Utara (Sumut), ketahuan telah mencabuli anak tetangganya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Ibu korban yang membaca chat mesum ini lalu menanyakan kepada putrinya. Korban yang awalnya ketakutan, akhirnya berterus terang kepada ibunya dan menceritakan perbuatan bejat oknum guru tersebut.

Selanjutnya, ibu korban membuat laporan ke Polres Nias pada Rabu 19 Februari 2025, sekitar pukul 14.30 WIB.

Polisi yang mendapat laporan kasus tersebut, kemudian melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Terhadap AZ, guru honorer SMK, sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Kasi Humas Polres Nias Aiptu Motivasi Gea ketika dikonfirmasi SuaraSumut.id, Rabu (30/4/2025).

Ia mengatakan korban masih bertetangga dengan pelaku yang diketahui oknum guru SMK tersebut. Perbuatan bejat AZ menyetubuhi korban diduga sudah terjadi berulang kali.

"Pelaku beberapa kali mengajak korban ke rumahnya. Pelaku menyetubuhi korban sejak bulan Juli 2024 silam," ungkap Motivasi Gea.

Meski sudah ditetapkan tersangka, pihak kepolisian belum melakukan penahanan terhadap AZ.
"Statusnya wajib lapor," pungkasnya.

Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur dan remaja terus terjadi di berbagai daerah di Indonesia, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun lembaga pendidikan agama.

Masyarakat perlu selalu waspada karena pelaku sering kali adalah orang yang dikenal korban, bahkan memiliki posisi kepercayaan seperti guru, pembina, atau anggota keluarga.

Modus operandi pelaku antara lain, memanfaatkan kedekatan atau posisi kepercayaan (guru, pembina, anggota keluarga). Melakukan aksi di lingkungan yang dianggap aman oleh korban (rumah, sekolah, pondok pesantren).

Kemudian menggunakan ancaman, bujuk rayu, atau tekanan psikologis agar korban tidak melapor. Terkadang pelaku mengulangi perbuatannya pada korban yang sama atau berbeda.

Langkah Waspada dan Pencegahan

- Selalu awasi aktivitas anak, terutama jika mereka sering berinteraksi dengan orang dewasa di luar keluarga inti.

- Ajarkan anak untuk berani berkata tidak dan melapor jika merasa tidak nyaman atau dilecehkan.

- Jangan ragu untuk melaporkan ke pihak berwajib jika menemukan indikasi kekerasan atau pelecehan seksual.

- Lingkungan pendidikan dan keagamaan harus memperketat pengawasan serta menyediakan jalur pengaduan yang aman bagi korban.

- Aparat penegak hukum menegaskan komitmen untuk memberantas kejahatan pencabulan dan mendorong korban untuk tidak takut melapor.

Pelaku pencabulan bisa berada di sekitar kita, sering kali adalah orang yang dipercaya.
Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, memperkuat komunikasi dengan anak, dan tidak ragu mengambil tindakan hukum jika menemukan tanda-tanda pelecehan seksual.

Mengenali tanda-tanda bahaya pelaku cabul (predator seksual) sangat penting untuk melindungi anak.

Pelaku sering kali tidak menunjukkan ciri-ciri yang jelas secara fisik, tetapi ada pola perilaku yang bisa menjadi peringatan.

Berikut adalah tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai:

1. Terlalu Banyak Perhatian pada Anak

Pelaku sering kali berusaha membangun kedekatan dengan anak melalui perhatian berlebihan, seperti memberikan hadiah, pujian, atau waktu khusus tanpa alasan yang wajar.

Mereka mungkin mencoba menjadi "teman" atau "penutur rahasia" anak, terutama untuk memisahkan anak dari orang tua atau pengawas.

2. Melanggar Batasan Pribadi

Sering menyentuh anak secara fisik (misalnya, memeluk, menggendong, atau menyentuh area yang tidak perlu) meskipun anak terlihat tidak nyaman.

Mengabaikan batasan privasi, seperti masuk ke kamar anak tanpa mengetuk atau berada di dekat anak saat berganti pakaian.

3. Mencari Kesempatan untuk Berdua dengan Anak

Pelaku sering mencoba menciptakan situasi di mana mereka bisa sendirian dengan anak, seperti menawarkan untuk menjemput, mengasuh, atau mengajak anak ke tempat tertutup.

Mereka mungkin menghindari kehadiran orang dewasa lain saat berinteraksi dengan anak.

4. Perilaku Manipulatif atau Mengontrol

Menggunakan manipulasi emosional, seperti membuat anak merasa bersalah jika tidak mematuhi keinginan mereka.

Mengancam atau meminta anak untuk merahasiakan interaksi mereka, misalnya dengan kalimat seperti, “Jangan bilang ke siapa pun, ini rahasia kita.”

5. Ketertarikan Tidak Wajar pada Anak

Menunjukkan minat yang tidak biasa pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa, seperti lebih suka menghabiskan waktu dengan anak daripada dengan teman sebaya.

Membuat komentar atau lelucon yang tidak pantas tentang tubuh anak atau hal-hal berbau seksual.

Kontributor : M. Aribowo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini