SuaraSumut.id - Seorang mantan kepala desa (Kades) di Kecamatan Sitinjo, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, inisial RB ditangkap polisi atas dugaan korupsi dana desa dengan kerugian mencapai setengah miliar rupiah.
Kasat Reskrim Polres Dairi, Iptu Wilson Manahan Panjaitan mengatakan saat ini RB telah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal tersebut dilakukan setelah petugas melakukan gelar perkara. Selain itu, juga telah dilakukan penahanan terhadap RB.
"Tersangka RB sudah kami tahan setelah melakukan gelar perkara yang dilakukan langsung oleh Kanit Tipikor, Ipda Ganda Sembiring," katanya, Minggu 18 Mei 2025.
Wilson mengatakan RB diduga menyelewengkan dana APBDesa T.A 2023.
Adapun total kerugian yang dikorupsi oleh RB yakni sekitar Rp 527 juta.
Uang tersebut pun diketahui digunakan oleh RB untuk keperluan pribadi.
Sebelumnya, RB sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Sumut pada tanggal 5 Mei 2025.
Kemudian, petugas Unit Tipikor pun langsung mengamankan RB pada tanggal 14 Mei 2025.
"Hal itu berdasarkan perhitungan kerugian yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI," ujarnya.
Atas perbuatannya, RB dikenakan pasal 2 ayat (1) subsider pasal 3 JO pasal 18 dari UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korupsi dana desa merupakan penyelewengan atau penyalahgunaan dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk keuntungan pribadi atau pihak lain, yang merugikan keuangan desa atau negara.
Dana desa dimaksudkan untuk pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan penyelenggaraan pemerintahan desa, tetapi korupsi terjadi ketika dana ini disalahgunakan oleh oknum, seperti kepala desa, perangkat desa, atau pihak terkait.
Ciri-ciri korupsi dana desa meliputi penggelapan dana, misalnya menggunakan dana untuk kepentingan pribadi.
Laporan fiktif, membuat laporan proyek yang tidak dilaksanakan.
Markup anggaran, menggelembungkan biaya proyek.
Kemudian, pungutan liar, meminta bayaran tidak sah dari warga.
Ada juga penyalahgunaan wewenang, seperti memalsukan dokumen atau proyek di bawah standar.
Contoh kasus:
Kepala desa membuat laporan fiktif untuk proyek infrastruktur yang tidak ada.
Dana desa digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti membayar utang atau membeli barang mewah.
Dampak dari korupsi dana desa bisa menghambat pembangunan desa dan merugikan kesejahteraan masyarakat.
Dan, melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.
Upaya pencegahan terhadap korupsi dana desa antara lain meningkatkan pengawasan oleh masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Transparansi pengelolaan dana desa dengan pelatihan tata kelola keuangan bagi perangkat desa. Dan, penegakan hukum tegas terhadap pelaku.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), pada 2016-2017 terdapat 110 kasus korupsi dana desa dengan kerugian negara sekitar Rp 30 miliar, dan jumlah kasus meningkat signifikan hingga 155 kasus pada 2022.
Sikap Presiden Prabowo Subianto terhadap korupsi menunjukkan tekadnya untuk memberantas korupsi secara tegas sebagai prioritas pemerintahannya, sebagaimana termaktub dalam Astacita poin ketujuh, yang menekankan reformasi politik, hukum, birokrasi, serta pemberantasan korupsi.
Dalam pidato pelantikannya (20 Oktober 2024), ia menegaskan perlunya ketegasan melawan penyimpangan, korupsi, dan kolusi, dengan metafora “ikan busuk mulai dari kepala,” menekankan pentingnya teladan dari pimpinan.
Ia mengusulkan pendekatan sistemik, seperti digitalisasi untuk transparansi, penegakan hukum tegas, dan peningkatan kesejahteraan pejabat untuk mengurangi insentif korupsi (misalnya, menaikkan gaji pejabat).
Prabowo juga menyatakan dukungan terhadap penguatan KPK dengan sumber daya memadai dan menyerukan hukuman berat, termasuk pemiskinan koruptor dan vonis panjang (misalnya, usulan hukuman 50 tahun untuk kasus korupsi besar).
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk penegak hukum, tokoh agama, dan pemuda, untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
Kontributor : M. Aribowo